Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia yang dikutip Senin 3 Maret 2025, disebutkan bahwa Perseroan meraih penjualan sebesar Rp8,87 triliun pada 2024, naik 6,88 persen dari tahun sebelumnya sebesar Rp8,3 triliun.
Penjualan ini didominasi segmen minuman yang mencakup susu dan teh UHT hingga 99 persen.
Penjualan terdiri atas penjualan minuman di pasar domestik Rp9,79 triliun dan pasar ekspor Rp12,83 miliar.
Penjualan dari sektor makanan tercatat sebesar Rp70,92 miliar di pasar lokal dan Rp6,20 miliar di pasar ekspor.
Meski penjualan naik, laba bersih produsen Susu Ultra itu mengalami penyusutan. Laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk tercatat sebesar Rp1,13 triliun, atau turun 2,79 persen secara year-on-year (YoY) dibandingkan tahun 2023 sebesar Rp1,16 triliun.
Total aset emiten milik konglomerat Sabana Prawirawidjaja, pionir susu UHT di Indonesia, tumbuh menjadi Rp8,46 triliun hingga 31 Desember 2024, dari posisi akhir 2023 sebesar Rp7,52 triliun.
Jumlah liabilitas perseroan juga naik menjadi Rp1,03 triliun dari posisi akhir 2023 sebesar Rp836 miliar. Sedangkan ekuitas ULTJ juga naik menjadi Rp7,42 triliun dari posisi akhir Desember 2023 sebesar Rp6,68 triliun.
Perusahaan yang berawal dari industri rumahan ini dimulai sejak 52 tahun lalu. Karena masih usaha rumahan, maka produksi susu cukup sulit karena pemrosesan susu yang terlalu sederhana dan hanya bisa bertahan beberapa jam saja.
Tahun 1972, Crazy rich Sabana Prawirawidjaja berhasil menghadirkan susu yang dimasak dengan temperatur sangat tinggi (Ultra High Temperature/UHT) sehingga susu lebih awet tanpa merusak khasiatnya.
Sabana Prawirawidjaja masuk dalam jajaran 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes dengan kekayaan 900 juta Dolar AS, atau setara sekitar Rp13,5 triliun.
BERITA TERKAIT: