Kebijakan kejut yang telah lama dikhawatirkan pelaku pasar itu kemudian disambar langsung dengan pesimisme di Asia. Pantauan menunjukkan, seluruh Indeks di bursa saham Asia yang terjungkal sangat tajam dan berlangsung konsisten hingga sesi perdagangan berakhir. Kepanikan pelaku pasar kali ini semakin menjadi akibat rilis data indeks PMI manufaktur China yang lebih kecil dari ekspektasi.
Indeks PMI manufaktur China untuk Januari lalu dilaporkan hanya sebesar 50,1 dibanding ekspektasi pasar yang sebesar 50,5. Ekspansi manufaktur China kini dinilai masih rentan untuk beralih ke kontraksi, terlebih menyusul pemberlakuan kebijakan penaikkan tarif masuk oleh pemerintahan Trump.
Pesimisme akhirnya semakin terkukuhkan hingga menjungkalkan seluruh Indeks dalam rentang sangat tajam. Hingga sesi perdagangan ditutup, Indeks Nikkei (Jepang) terbabat 2,66 persen di 38.520,09, sementara Indeks ASX200 (Australia) ambruk 1,79 persen di 8.379,4 dan Indeks KOSPI (Korea Selatan) tersungkur brutal 2,52 persen di 2.453,95.
Pantauan dari jalannya sesi perdagangan di Asia menunjukkan, tiadanya sedikit pun perlawanan pada tekanan jual yang berlangsung sangat deras. Tiadanya sentimen regional yang positif dan sangat signifikan memaksa sikap pesimis pelaku pasar tak terbendung untuk menjungkalkan Indeks lebih dalam.
Situasi dan pola yang tak jauh berbeda juga terjadi bursa saham Indonesia, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkesan sangat kesulitan untuk sekedar menahan tekanan jual. Gerak IHSG terlihat konsisten menjejak zona penurunan tajam di sepanjang sesi namun mampu mengikis penurunan secara signifikan menjelang sesi perdagangan sore berakhir. Secara keseluruhan, IHSG terkesan konsisten menginjak kisaran di bawah level psikologis nya di 7.000 sejak pertengahan sesi pagi.
IHSG kemudian menutup sesi dengan tenggelam 1,11 persen di 7.030,05 dengan sempat mencetak titik terendahnya di kisaran 6.933 yang mencerminkan penurunan brutal atau tiarap 2,48 persen. Upaya mengikis kemerosotan IHSG terlihat sangat tajam di detik-detik penutupan sesi perdagangan sore.
Pantauan dari jalannya sesi perdagangan di Jakarta memperlihatkan, perhatian investor yang sempat mencoba tertuju pada dua rilis data perekonomian nasional terkini yang tak cukup bersahabat. Rilis data pertama datang dari Indeks PMI manufaktur yang dilaporkan sebesar 51,9 untuk periode Januari lalu. Rilis tersebut mengindikasikan terjadinya pertumbuhan pada aktivitas manufaktur nasional yang cukup melegakan. Kinerja tersebut juga tercatat lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 51,2.
Namun Indeks PMI yang moncer tersebut kemudian lumayan tertepis oleh data besaran inflasi bulanan yang justru diklaim terjadi deflasi sebesar 0,76 persen di Januari lalu. Badan Pusat Statistik, BPS menyebut, diskon tarif listrik menjadi penyebab terjadinya deflasi. Suntikan sentimen domestik akhirnya gagal memberikan tandingan sepadan bagi sikap pesimis yang dipicu oleh perang tarif Trump.
Akibat lanjutannya, tekanan jual agresif semakin tak terbendung, dan hampir seluruh saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan berakhir merah. Saham seperti: BMRI, BBCA, TLKM, ADRO, ASII, INDF, ICBP, PGAS, PTBA, ISAT dan CPIN runtuh dalam rentang bervariasi namun cenderung tajam.
Sedang empat saham unggulan; BBRI, BBNI, UNTR dan JPFA tercatat mampu beralih positif di sesi penutupan.
BERITA TERKAIT: