Dalam konferensi pers akhir pekan, Vucic mengungkapkan bahwa AS menuntut agar Gazprom, perusahaan milik negara Rusia, sepenuhnya menarik kepemilikannya dari NIS.
"Dari apa yang telah kita lihat, ini lebih tentang 'penghapusan' daripada 'pengurangan.' Mereka bahkan tidak akan mengizinkan opsi 49 persen; mereka menginginkan keluar sepenuhnya dari NIS," kata Vucic, seperti dikutip dari
Euro News, Senin 13 Januari 2025.
NIS adalah satu-satunya pemasok gas di Serbia dan memegang mayoritas kepemilikan jaringan pipa gas utama yang menyalurkan gas dari Rusia ke rumah tangga dan sektor industri di negara tersebut. Gazprom Neft memiliki 50 persen saham NIS, Gazprom 6,15 persen, dan 29,9 persen dimiliki oleh Republik Serbia.
Sanksi ini merupakan bagian dari upaya AS untuk menekan sumber pendapatan utama Rusia yang digunakan dalam konflik di Ukraina. Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan untuk mengurangi pendapatan Rusia yang digunakan untuk membiayai perang di Ukraina.
Vucic menekankan bahwa situasi ini tidak mudah bagi Serbia dan bahwa pemerintah sedang berupaya mencari solusi yang memungkinkan NIS tetap beroperasi.
"Kita perlu segera memulai rencana untuk mengubah struktur kepemilikan," ujarnya.
Serbia telah mempertahankan hubungan erat dengan Moskow sejak invasi ke Ukraina dan menolak menerapkan sanksi terhadap Rusia, meskipun berstatus sebagai kandidat anggota Uni Eropa.
Namun, sanksi baru ini diperkirakan akan memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian negara tersebut, mengingat ketergantungan Serbia pada energi Rusia.
Ada spekulasi bahwa pembicaraan dengan Putin mungkin difokuskan pada pembelian saham perusahaan milik Moskow oleh Serbia.
BERITA TERKAIT: