Sebab, dengan investasi itulah, Pertamina berkembang menjadi besar. Apalagi, dalam pendanaan atau investasi tersebut, Pertamina tetap berdasarkan pada prinsip
good corporate governance (GCG) dan standar praktis yang berlaku.
”Kebutuhan investasi tiap tahun itu penting dalam kerangka pengembangan bisnis atau
business growth untuk peningkatan kinerja. Itu dogmanya. Jadi kalau Pertamina menuju kesana, itu betul. Apalagi Pertamina menjalankan dengan GCG, itu sudah
given. Mutlak,” kata Ryan kepada awak media, Rabu, 27 November 2024.
Yang penting, imbuh Ryan, tujuan pengembangan investasi sesuai dengan kebutuhan. Seperti membeli mesin produksi baru, dan lain-lain, yang hasilnya akan dituai di tahun-tahun berikutnya. Ini bisa dilihat dari pertumbuhan nilai bisnis, peningkatan omzet serta nilai aset.
Makanya, jelas Ekonom Senior & Associate Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) tersebut, jika Pertamina memiliki rencana investasi, maka BUMN tersebut sedang mengarah menjadi lebih baik.
“Sebaliknya, jika ada BUMN yang tidak pernah investasi, atau investasinya lebih kecil, justru salah. Bukannya mau maju, tapi mundur. Di saat perusahaan plat merah agresif belanja investasi, lha ini kok malah pelit. Bahaya itu,” jelasnya.
Dia juga menegaskan bahwa investasi tidak bisa dimaknai hanya sebagai utang semata jika dikelola untuk menghasilkan pertumbuhan bisnis dan profit. Sebab, dengan investasi, akan searah dengan peningkatan produktivitas, mempermudah cara kerja dan ujungnya adalah profit.
“Uang yang dibelanjakan untuk investasi mesin-mesin itu, akan kembali tiap tahun dan meningkat meningkat gitu,”ujar dia.
Apalagi, lanjut Ryan, selama ini Pertamina selalu memberi kontribusi yang sangat besar kepada negara. Pada 2023 saja misalnya, BUMN ini mampu menyumbang bagi penerimaan negara yang mencapai Rp304,7 Triliun.
Bahkan, melalui pendanaan tersebut Pertamina mampu untuk terus bertumbuh, yang tercermin dari peningkatan nilai aset perusahaan yang meningkat dari 51,2 miliar Dolar AS di tahun 2017 menjadi 91,1 miliar Dolar AS di tahun 2023, atau naik sekitar 39,9 miliar Dolar AS.
Selama periode yang sama, Pertamina juga mampu meningkatkan pendapatan usaha dari 42,9 miliar Dolar AS pada tahun 2017 menjadi 75,8 miliar Dolar AS, atau meningkat 76,7 persen.
”Ini kan menunjukkan bahwa sudah berjalan dengan baik. Kan itu alat ukurnya. Misalnya begini, dalam tempo 10 tahun investasi tersebut sudah berlipat-lipat hasilnya. Itulah hasilnya, itulah yang disebut
good investment. Prinsipnya gini, Pertamina keluar Rp1 tetapi dapatnya Rp3. Itu matematikanya gitu. Itu namanya
good investment,” jelasnya lagi.
Sebaliknya, jika kita investasinya Rp3 tetapi hanya menghasilkan Rp 1, Ryan menyebut sebagai
bad investment. ”Dan yang dilakukan Pertamina jelas
good investment,” imbuhnya.
Maka, pentingnya melakukan GCG dalam menerima dan mengelola investasi dan sebelum memutuskan sudah memiliki kajian dan riset yang baik sehingga bisa menghasilkan
good investment.
Apalagi, Pertamina saat ini juga diminta mendukung target pemerintah mencapai
net zero emission (NZE) yang harus dipercepat, sehingga membutuhkan investasi untuk mengadakan energi baru terbarukan dan mengakhiri penggunaan energi fosil.
BERITA TERKAIT: