Kepala OJK Bali Kristrianti Puji Rahayu dalam keterangannya di Denpasar yang dikutip Senin 21 Oktober 224, mengatakan dengan skema itu petani tidak sendiri tapi sebagai satu kelompok, yang dilindungi dengan asuransi pertanian serta disediakan offtaker (pembeli hasil pertanian).
Petani perlu diberikan kepastian terkait hasil panennya. Ia mengharapkan BUMD atau perusahaan umum daerah (perumda) di Bali dapat menjadi offtaker yang menyerap hasil pertanian.
OJK melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Provinsi Bali sudah memiliki beberapa percontohan close loop, di antaranya pertanian kakao di Kabupaten Jembrana yang di antaranya melibatkan kelompok tani, perbankan, dan koperasi.
Kristrianti mengatakan, skema serupa juga diterapkan di Kabupaten Tabanan untuk komoditas padi dengan varietas mentik susu.
Menurutnya, kehadiran kemitraan hulu hilir termasuk adanya offtaker itu juga diharapkan menumbuhkan minat lembaga jasa keuangan untuk menyalurkan pembiayaan, khususnya kepada kelompok petani, termasuk melalui skema Kredit Pembiayaan Sektor Prioritas (KPSP).
"Harapannya, sektor pertanian dapat berkembang dan menjadi tumpuan selain sektor pariwisata khususnya di sektor akomodasi, makan dan minum yang selama mendominasi penyerapan realisasi kredit," kata Kristianti.
Langkah tersebut tercermin dari perbaikan indeks nilai tukar petani (NTP) di Bali pada September 2024 mencapai 98,36 atau naik 0,06 persen dibandingkan kondisi bulan sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali.
BERITA TERKAIT: