Itu setidaknya terjadi di Desa Sukorejo, Kecamatan Tunjungan, Blora. Hasil panen jagung yang digadang-gadang dapat digunakan untuk mengganti modal pupuk ternyata harga tak sesuai harapan.
Seorang petani, Temok (70), mengaku anjloknya harga jagung terjadi sejak dua pekan lalu. Harga jagung kering di desanya hanya Rp4.500 per kilogram. Sedangkan untuk jagung basah berkisar Rp3.700 per kilogram.
"Harga panen tak sebanding dengan modal, termasuk untuk perawatan dan pemupukannya," keluhnya, dikutip
RMOLJateng, Kamis (5/9).
Ia mengatakan, harga jagung basah sebelumnya sempat menyentuh Rp4.300 per kilogram. Namun saat ini terus menurun.
"Sulitnya perawatan untuk pengucuran, karena kondisi sawah tadah hujan cukup melelahkan. Di sisi lain tingginya harga pupuk," sambungnya.
Ia berharap, harga jual jagung kembali naik agar petani dapat menutup biaya operasional yang membengkak.
Terpisah, Kepala Dinas Pangan, Pertanian, Peternakan, dan Perikanan (DP4) Blora, Ngaliman mengatakan, anjloknya harga jagung akibat adanya panen raya di berbagai wilayah di Indonesia.
"Karena banyaknya petani panen raya sebabkan surplus jagung, sehingga harga turun drastis," terangnya saat dihubungi
RMOLJateng melalui sambungan ponsel, Kamis (5/9).
Dijelaskan Ngaliman, dalam hukum pasar ketika banyak stok, harga otomatis turun drastis. Begitu juga sebaliknya jika kebutuhan tinggi namun barang tak ada akan menyebabkan harga naik tinggi.
BERITA TERKAIT: