Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pertaruhan Jokowi-China Bisa Ganggu Bursa, IHSG Semoga Aman

 OLEH: <a href='https://rmol.id/about/ade-mulyana-5'>ADE MULYANA</a>
OLEH: ADE MULYANA
  • Senin, 02 September 2024, 09:02 WIB
Pertaruhan Jokowi-China Bisa Ganggu Bursa, IHSG Semoga Aman
Ilustrasi (Foto:Wall Street journal, wsj.com)
rmol news logo Usai mampu membukukan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada sesi perdagangan pekan lalu, prospek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih belum pudar dalam menatap sesi perdagangan pekan ini. Sejumlah agenda rilis data perekonomian terkini akan menjadi menu penting bagi investor untuk menentukan arah gerak indeks.

Agenda rilis data inflasi bulanan yang dijadwalkan pada pukul 11.00 WIB nanti tentu akan menyita perhatian besar pelaku pasar di Jakarta. Kinerja pemerintahan Jokowi yang akhir-akhir ini karib disebut sebagai Mulyono akan menjadi pertaruhan penting bagi IHSG untuk bertahan di zona positif. Sementara rilis data indeks PMI manufaktur Indonesia untuk bulan Agustus lalu tercatat berada di kisaran 48,9 alias mengalami kontraksi. Catatan ini menunjukkan kontraksi lanjutan setelah pada bulan sebelumnya terkontraksi dengan berada di kisaran 49,3.

Kinerja suram pemerintahan Mulyono menjelang lengser terlihat jauh dari menggembirakan dan pelaku pasar kini berharap pada rilis data inflasi. Namun sentimen dari rilis data inflasi akan didahului oleh rilis data indeks PMI manufaktur China, yang dijadwalkan pukul 08.45 WIB. Pelaku pasar di Asia tentu akan menyorot kinerja pemerintahan Xi Jinping yang belakangan semakin mengkhawatirkan bagi perekonomian Asia. Serangkaian laporan terkait sebelumnya bahkan memperlihatkan indeks PMI manufaktur China yang terkontraksi untuk bulan Agustus lalu.

Pertaruhan kinerja pemerintahan Jokowi dan China dengan demikian akan menjadi pertaruhan penting bagi investor di Jakarta untuk menentukan arah gerak IHSG di sesi awal pekan ini, Senin 2 September 2024.

Sementara dari sesi perdagangan penutupan pekan lalu menunjukkan indeks Wall Street yang melonjak signifikan berkat sentimen rilis data inflasi terkini AS yang berpadu dengan ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed sekitar dua pekan ke depan. Indeks DJIA bahkan kembali mencetak rekor tertingginya di kisaran 41.563,08 setelah menanjak 0,56 persen. Lonjakan lebih ganas terjadi pada indeks S&P500 yang naik tajam 1,01 persen setelah berakhir di 5.648,4. Sedangkan Indeks Nasdaq melambung 1,13 persen setelah terhenti di 17.713,62.

Bekal positif dari penutupan pekan lalu di Wall Street tersebut akan bertaruh dengan rilis data indeks PMI manufaktur China pagi ini di Asia, dan terkhusus pada IHSG, rilis data inflasi Agustus akan menjadi menu tambahan bagi investor. Secara keseluruhan, sentimen yang berkembang masih cenderung positif, terutama menyangkut ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed beberapa pekan ke depan, namun pelaku pasar masih perlu mencermati data indeks PMI China yang mungkin memberikan kabar kurang bersahabat.

Pantauan terkini dari sesi perdagangan di Asia memperlihatkan, gerak mixed Indeks yang mencerminkan keraguan investor menjelang rilis data dari China. Indeks Nikkei (Jepang) menguat 0,92 persen di 39.001,96, sementara indeks KOSPI (Korea Selatan) melemah 0,21 persen di 2.668,76 dan Indeks ASX200 (Australia) turun tipis 0,08 persen di 8.085,1.

Prospek IHSG dengan demikian masih bisa berharap positif dalam membuka sesi perdagangan pekan ini, dan rilis data indeks PMI manufaktur China serta data inflasi bulanan akan menjadi pertaruhan penting.

Rupiah Berpotensi Tertekan

Prospek berbeda diperkirakan akan mendera nilai tukar Rupiah di pasar uang, Rupiah yang mampu membukukan gerak balik penguatan di sesi pekan lalu kini menghadapi serangkaian risiko global dari melemahnya mata uang utama Dunia. Pantauan terkini memperlihatkan, nilai tukar mata uang utama dunia, terutama Euro dan Poundsterling yang masih terjebak di zona pelemahannya hingga sesi perdagangan pagi ini di Asia.

Untuk dicatat, Euro dan Poundsterling yang merosot signifikan akibat koreksi teknikal pada dua hari sesi perdagangan terakhir pekan lalu. Posisi lemah Euro dan Poundsterling terlihat masih bertahan hingga pagi ini, yang tentu akan memberikan prospek suram bagi Rupiah. Pantauan juga memperlihatkan, mata uang Dolar Australia dan Dolar Kanada yang masih mampu bertahan di level terkuatnya menyusul sentimen dari naik nya Harga minyak dunia.

Di tengah kecenderungan tekanan jual pada mata uang utama dunia tersebut, Rupiah diperkirakan masih memiliki harapan untuk keluar dari kesuraman bila rilis data inflasi bulanan sesuai dengan ekspektasi investor. Peluang Rupiah untuk melemah sangat besar dalam mengawali sesi pekan ini, namun peluang kejutan untuk menguat juga masih terbuka berkat tren penguatan yang masih solid sebagaimana terlihat dalam tinjauan teknikal.

Sentimen ekspektasi penurunan suku bunga oleh The Fed, lagi-lagi masih bisa dijadikan andalan bagi Rupiah untuk setidaknya mempertahankan tren penguatan.rmol news logo article
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA