Hal itu diungkapkan langsung Staf Ahli Utama Pansus BLBI DPD RI periode 2021-2023, Hardjuno Wiwoho.
Hardjuno mengatakan, dalam catatan BLBI, pemerintah telah memberikan dana talangan sebesar Rp718-an triliun, termasuk ke BCA.
"BCA itu masih memiliki sisa utang di dalam catatan bukunya itu Rp26,596 triliun," kata Hardjuno kepada
RMOL di Jakarta, Selasa malam (6/8).
Hardjuno menerangkan bahwa, sejak 2003, BCA menerima subsidi bunga obligasi rekap per tahun sebesar Rp7 triliun. Bahkan dalam catatan pemerintah, BCA terima obligasi rekap total sebesar Rp60,8 triliun.
"Nah itu memang sekarang menjadi sesuatu hal yang dilematis dan memprihatinkan. Karena, kalau dikatakan itu menjadi beban pemilik lama BCA. Pemilik lama BCA akan mengatakan bahwa itu sudah diserahkan kepada pemerintah. Artinya, ya termasuk utang-utangnya kan begitu kira-kira," tutur Hardjuno.
"Tapi kalau itu dilakukan penjualan kepada swasta, pemilik baru BCA menyatakan bahwa itu bukan beban utang saya. Siapa itu yang memiliki utang? Jadi pemerintah sendiri mungkin dilematis," sambung Hardjuno.
Hardjuno pun mempertanyakan alasan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang tidak menagih uang negara tersebut.
"BPK sendiri menjawab, bahwa BPK itu sebagai bandul birokrasi. Artinya di dalam konteks ini, BPK sebagai bandul birokrasi, keputusan itu kan tetap ada di dalam bandul kekuasaan. Kan ada di dalam posisi politiknya seperti apa. Pada saat ini kemudian dari yang berwenang memiliki kewenangan untuk menagih tidak menagih, jadikan itu sesuatu yang dilematis," jelas Hardjuno.
Hardjuno bercerita, pada 2023 lalu, dirinya sudah memanggil pemilik BCA, yakni Robert Budi Hartono. Akan tetapi, Budi Hartono mengutus staf ahlinya dengan alasan sedang mendampingi keluarganya yang sedang sakit.
"Tapi poinnya adalah, dia menyampaikan, bahwa informasi BLBI dia tidak memiliki informasi tersebut. Karena ini terjadi sekitar 1998. Sedangkan dia (Budi Hartono) memegang saham BCA itu tahun 2002, itu menjadi pemegang 51 persen saham BCA dengan pembelian melalui pemerintah BPPN pada 14 Maret 2002. Intinya, di dalam keterangan Pak Budi Hartono ini memang apapun ya dia mengelak terhadap beban-beban kewajiban BLBI yang lampau. Makanya dia kan melempar kepada pemilik lama BCA tentunya," terangnya.
Hardjuno pun melihat adanya kejanggalan pembelian saham 51 persen pada saat itu. Padahal, aset BCA saat itu totalnya Rp117 triliun. Akan tetapi, 51 persen saham yang dibeli hanya sebesar Rp5 triliun.
"Nah padahal kalau misalnya 51 persen dari Rp117 triliun, harusnya pemerintah dibelinya Rp60-an triliun dong," pungkas Hardjuno.
BERITA TERKAIT: