Berdasarkan data Refinitiv Lipper, investor tercatat telah menarik dananya sebesar 1,6 miliar dolar (Rp 25,01 triliun) dari reksa dana dan ETF yang diperdagangkan di bursa China pada 2023.
Sehingga, total aset bersih kumpulan hanya mencapai 21,6 miliar dolar (Rp 337,67 triliun), atau turun sepertiga dari puncaknya pada 2021, karena capital outflow dan kinerja yang lemah.
Lemahnya pertumbuhan ekonomi China di tengah meningkatnya ketegangan politik dengan Amerika Serikat (AS) telah mendorong kekhawatiran investor, akibat ketidakpastian di masa depan China yang tiba-tiba terlihat tidak menjanjikan.
"Pembukaan kembali saham mengecewakan bagi semua orang," kata direktur strategi investasi senior di US Bank Wealth Management, Rob Haworth, dikutip dari
Wall Street Journal, Kamis (9/11).
"Tidak banyak permintaan yang terpendam dalam hal apa pun, selain perjalanan domestik," sambungnya.
Dalam beberapa bulan terakhir ini ekonomi China terus merosot, yang didorong oleh anjloknya pasar perumahan dan gagal bayar yang baru-baru ini dilakukan oleh salah satu pengembang besar negara tersebut, Evergreen.
Data terbaru juga menunjukkan aktivitas di sektor manufaktur negara tersebut mengalami kontraksi pada Oktober, yang memicu kekhawatiran investor.
BERITA TERKAIT: