Hal tersebut dipaparkan seorang Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Faisal Basri, yang melakukan simulasi perhitungan.
Dalam perhitungannya, Faisal menggunakan asumsi yang sangat optimis, dengan mengabaikan ongkos operasional dan pembayaran bunga pinjaman. Dalam asumsi tersebut dia memperkirakan bahwa KCJB paling cepat akan dapat mengembalikan modal senilai Rp 114,4 triliun dalam waktu 48,3 tahun.
Simulasi itu didasarkan pada kapasitas tempat duduk yang 100 persen terisi penuh, dengan 36 perjalanan per hari, dan tarif ongkos sebesar Rp 300 ribu. Faisal juga menggunakan asumsi kurs mata uang yang lebih rendah, yaitu Rp 14.300, meskipun saat ini kurs dolar AS telah mencapai Rp 15.861.
“Jadi nilai investasinya 114 triliun (rupiah). Pendapatan dari penumpang setiap tahun 2,369 triliun. Ini butuh waktu 48,3 (tahun), tanpa ongkos operasi, tanpa macam-macam, tanpa bayar bunga. Tanpa, tanpa semua. Tapi kan ini janji surga, asumsi surga,” kata Faisal mengutip
Infobank, Jumat (20/10).
Selain itu, Faisal menyebutkan jika tempat duduk terisi hanya 75 persen, maka butuh waktu hingga 64 tahun bagi pemerintah untuk menunggu agar KCJB dapat balik modal.
Selanjutnya, dalam asumsi lainnya, jika hanya 30 trip yang dilakukan kereta cepat itu setiap harinya, maka balik modal akan semakin lama didapatkan, yaitu sekitar 77,3 tahun lagi.
Sedangkan jika pemerintah menurunkan tarif yang semula Rp300 ribu menjadi Rp 250 ribu, balik modal membutuhkan waktu lebih lama sekitar 92,7 tahun.
“Jika tarifnya diturunkan karena nggak laku 92,7 tahun. Jika kursnya Rp15.700, 94 tahun,” jelasnya.
Dia pun menjelaskan, perhitungannya dalam simulasi yang lebih sederhana dengan menggunakan okupansi 100 persen, 39 trip per hari, dan harga tiket dinaikkan hingga Rp 400.000, maka diperkirakan proyek KCJB akan balik modal dalam 33 tahun.
Namun, jika nilainya tetap, dan kapasitas tempat duduk itu hanya terisi 50 persen, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai balik modal akan lebih dari 139 tahun.
BERITA TERKAIT: