Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Diimplementasi, Nelayan Kecil Kian Tersisih

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Senin, 09 Oktober 2023, 15:39 WIB
Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Diimplementasi, Nelayan Kecil Kian Tersisih
Ilustrasi Foto/Net
rmol news logo Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) yang digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan membuat nelayan kecil makin tersisih.
 
Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI), Rusdianto Samawa mengungkapkan potensi semakin termarjinalkannya nelayan kecil jika PIT itu diberlakukan.
 
“KKP tetap meminta nelayan untuk patuh dan taat terhadap regulasi yang sudah diterbitkan. Namun, tidak diimbangi oleh tingkat pencapaian kesejahteraan nelayan. Mestinya, pemerintah yang telah menetapkan kebijakan penangkapan ikan terukur ini, tidak bertentangan dengan semangat gotong royong dan welfare fishing,” ucap Rusdianto kepada Kantor Berita Politik RMOL, Senin (9/10).
 
Dia mengimbau agar kebijakan ini perlu dipertimbangkan kembali oleh KKP. Pasalnya, ketidakadilan terhadap nelayan kecil ke depannya makin merajalela, sehingga kemiskinan ekstrem buat nelayan semakin terjadi.
 
“Karena ke depan akan persempit ruang gerak bagi nelayan-nelayan berkapasitas kecil karena harus bersaingan dengan penggunaan alat tangkap produksi ikan yang jauh lebih besar,” terangnya.
 
Aktivis nelayan asal Sumbawa, NTB ini menyebut populasi nelayan kecil di berbagai pulau-pulau di Indonesia, masih menggunakan alat tangkap seadanya untuk bekerja dalam mencukupi kebutuhan dasar keluarga.
 
“Sedangkan nelayan modern atau industri yang dimiliki perusahaan mendapat kuota tangkap menggunakan alat tangkap yang jauh lebih eksploitatif,” ungkap dia.
 
Dia membeberkan bahwa saat ini, ada kapal perikanan yang sudah mengantongi izin PNBP pasca produksi per Februari 2023 sebanyak 576 kapal. Itu dimaksudkan untuk menambah pundi-pundi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
 
“Sebenarnya sudah ratusan ribu kapal nelayan yang sudah jalan melakukan penangkapan ikan. Mereka bekerja sama dengan perusahaan. Namun, tidak MoU kontrak kerja sama secara tertulis, karena pada prinsipnya perusahaan tidak mau membayar seluruh proses pengurusan izin kapal nelayan,” ungkapnya lagi.
 
Padahal, lanjut dia,  perusahaan harus mengurus izin seluruh kapal yang bekerja sama dalam penangkapan ikan berbasis kuota. Namun data KKP hanya mencatat data-data kapal sejumlah 576 kapal yang didaftarkan oleh perusahaan masing-masing.
 
“Bagaimana kapal nelayan yang lain, tidak diurus izin oleh perusahaan, padahal mestinya harus diurus, semacam wajib sesuai peraturan yang telah diterbitkan oleh KKP,” tegas dia.
 
Menurut KKP, kata dia, pungutan PNBP pada dasarnya berupa harga acuan ikan. Sehingga semakin banyak ikan yang ditangkap, maka PNBP yang diterima akan semakin besar.
 
“Hal ini belum tentu, karena potensi kebocoran sangat besar, misalnya dari jumlah kapal yang dioperasikan dan jumlah tangkapan yang terhitung atau tidak terhitung saat pendaratan. Kebocoran itu sangat perlu dipelajari dan diantisipasi,” pungkasnya. rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA