Akhir pekan lalu, minyak mentah berjangka Brent mencatat penurunan harga sekitar 11 persen dan West Texas Intermediate (WTI) AS turun lebih dari 8 persen.
Mengutip
CNBC pada Senin (9/10), penurunan harga minyak dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah pencabutan sebagian larangan ekspor bahan bakar Rusia.
Menurut analis SEB Bjarne Schieldrop, kebijakan tersebut semakin menambah kekhawatiran permintaan akibat hambatan makroekonomi.
“Kekhawatiran terhadap kesehatan ekonomi global dan permintaan minyak ke depan adalah inti dari aksi jual,” ujarnya.
Kendati demikian, Rusia tetap kukuh bahwa perusahaan masih harus menjual minimal 50 persen produksi solarnya ke pasar dalam negeri.
Selain itu, para analis ING juga menilai bahwa sentimen ekonomi AS ikut mempengaruhi penurunan harga minyak jangka pendek.
Mereka memperingatkan tentang dampak sentimen masyarakat pada kenaikan dolar AS dan peningkatan suku bunga tahun ini.
"Penguatan dolar AS biasanya berdampak negatif terhadap permintaan minyak, sehingga membuat komoditas tersebut relatif lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya," bunyi laporan tersebut.
Di sisi lain, peningkatan arus mobilisasi warga China justru memberikan dukungan kuat pada harga minyak.
Menurut kantor berita Xinhua, perjalanan liburan pertengahan musim gugur dan Hari Nasional di China meningkat 71,3 persen pada tahun ini dan 4,1 persen dibandingkan tahun 2019 menjadi 826 juta perjalanan.
BERITA TERKAIT: