Total utang pemerintah hingga Januari 2019 mencapai Rp 4.498,56 triliun. Angka itu setara dengan rasio utang terhadap PDB mencapai 30,1 persen.
Rasio tersebut dianggap pemerintah masih aman karena bila mengacu UU 17/2013 tentang Keuangan Negara memperbolehkan rasio utang hingga menyentuh 60 persen dari PDB.
Sebaliknya, peneliti dari Pergerakan Kedaulatan Rakyat (PKR), Gede Sandra berpendapat batas aman rasio utang tersebut tidak relevan.
"Sepertinya Indonesia harus segera merevisi UU Keuangan Negara terkait batas aman rasio utang terhadap PDB sebesar 60 persen, karena tidak relevan alias keliru," ujar Gede di Jakarta.
Gede kemudian mengutip ulasan ekonom Anthony Budiawan yang menceritakan sejarah batas rasio 60 persen di UU Keuangan Negara tersebut ternyata diadopsi dari Maastricht Treaty tahun 1992 dalam rangka menyelaraskan fiskal negara-negara Uni Eropa.
Angka 60 persen diperoleh dari dua kali tax ratio negara-negara Uni Eropa saat itu yang rata-rata sebesar 30 persen.
Namun buktinya, negara seperti Argentina yang sempat terkena krisis mata uang di tahun 2018 ternyata rasio utang terhadap PDB nya 57 persen.
"Belum tembus batas 60 persen tetapi sudah lewati dua kali tax ratio nya yang sebesar 24,5 persen," terangnya.
Berkaca dari Argentina, menurut Gede, seharusnya yang harus diadopsi ke dalam UU Keuangan Negara bukan 60 persennya, tapi rumus dua kali tax rationya.
"Artinya, bila saat ini tax ratio versi pemerintah sekitar 11 persen, maka batas aman rasio utang terhadap PDB kita seharusnya adalah 22 persen. Yang artinya kita harus waspada karena sudah cukup jauh melewati batas aman," simpul Gede.