Tekan Neraca Perdagangan

Minggu, 26 Agustus 2018, 09:00 WIB
Tekan Neraca Perdagangan
Foto/Net
rmol news logo Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara menilai, saat ini impor beras sebanyak 1 juta ton belum perlu dilakukan karena stok masih cukup. Menurutnya, waktu impor saat ini juga tidak tepat karena Indonesia sedang mengalami defisit neraca perdagangan.

"Saya khawatir impor be­ras akan berimbas negatif. Defisit perdagangan bisa melebar dan kontradiktif terhadap rencana pemerin­tah untuk mengendalikan barang impor. Dampaknya bisa melemahkan nilai tu­kar rupiah dan akhirnya dampaknya kemana-mana," kata Bhima kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Bhima menilai, pangkal masalah polemik impor beras masih sama seperti sebelumnya. Yakni masalah ketidakakuratan data pangan.

Direktur Penelitian Cen­ter of Reform on Economics (CORE) Indonesia Moham­mad Faisal juga menilai sama. Menurutnya, impor beras akan membebani neraca perdagangan.

Namun demikian, Faisal memiliki pandangan lain soal stok beras. Menurut­nya, beras impor diperlukan karena kinerja produksi lokal meragukan.

"2015 kita impor beras. Pada tahun berikutnya 2016 tidak impor karena sisa stok impor masih ada. Saat tidak impor itu diklaim swasembada. Tapi awal 2017, kita impor lagi. Dan, 2018 impor lagi," ungkap Faisal.

Dia menilai, pasokan be­ras impor diperlukan untuk mencegah kenaikan harga. "Jika ketersediaan stok makin menipis, harga akan naik. Pemerintah membutuhkan tambahan stok untuk mencegah terjadi dorongan inflasi pangan akibat kenaikan harga be­ras," ujarnya.

Anggota Fraksi Hanura Inas Nasrullah Zubir me­nyatakan mendukung impor beras. Dia menepis impor dilakukan karena produksi nasional belum mencukupi permintaan.

"Banyak panen raya. Tetapi masalahnya di sini, banyak beras dibeli pengusaha. Mereka yang atur pasokan beras. Impor beras diperlukan untuk mengen­dalikan harga beras agar tidak bergerak liar," ungkap Inas. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA