Ketua Umum AAJI HendrisÂman Rahim mengaku, pihaknya bersama industri, telah berusaha sekuat tenaga memenuhi kewaÂjiban tersebut.
"Tahun-tahun sebelumnya batasnya cuma 20 persen, kemuÂdian naik lagi menjadi 30 persen. Beberapa perusahaan ada yang memenuhi, bahkan lebih dari 30 persen. Tapi secara total keseluruhan industri belum sampai 30 persen," ujarnya saat ditemui
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Hendrisman, sulitnya investasi di instrumen SBN, disÂebabkan minimnya ketersediaan instrumen SBN di pasar, terutaÂma di primary market. Sehingga
secondary market menjadi lahan yang paling memungkinkan bagi pemain asuransi jiwa untuk menÂcari obligasi pemerintah ini.
Selain itu, Hendrisman meÂnyebutkan jangka waktu SBNyang ada hanya 10 tahun. "SeÂmentara asuransi (ingin) jangka panjang hingga 15 tahun. Ini yang nggak klop. Apalagi
tren yield-nya turun terus. Industri kan butuh untuk survive juga," ucap Hendrisman.
Terutama jika melihat tren satu bulan ke belakang kata HendrisÂman, volatilitas pasar modal sudah mulai berkurang. Hal tersebut menyebabkan, prospek kinerja investasi asuransi jiwa di separuh II tahun ini bisa lebih baik ketimÂbang setengah tahun pertama.
Di semester I-2018, Bos Asuransi Jiwasraya ini mengaku, akan sulit mendapat hasil investasi naik signifikan menyamai kinerja di tahun lalu. Akhir tahun lalu hasil investasi asuransi jiwa sekitar Rp 47,7 triliun.
"Saat ini, mayoritas penemÂpatan dana investasi industri asuransi jiwa masih didominasi instrumen reksadana dan saham. Maka pasar saham yang loyo diikuti hasil investasi di industri asuransi jiwa," katanya.
Saat ditanya, apakah asosiasi berharap akan adanya relaksasi dari aturan tersebut, Hendrisman bilang tak seperti itu juga. Menurutnya, ia lebih mengimbau agar OJK melihat kembali aturan tersebut, tujuan awal dibuatnya ketentuan 30 persen penempatan SBN.
"Aturan ini sudah keluar, mau bagaimana lagi. Tapi tolong OJKdilihat lagi, nampaknya industri masih sulit memenuhinya. Apalagi dana investasi tiap tahun jumlahnya naik," imbaunya.
Direktur Eksekutif AAJI Togar Pasaribu menambahkan, setidaknya OJK bisa menurunkan batas minimal portofolio investasi pada instrumen SBN menjadi 15-20 persen.
Dari total investasi asuransi jiwa di semester I-2018 yang mencapai Rp 453,06 triliun per Juni 2018, terbanyak ditempatkan pada porÂtofolio reksa dana, yaitu sebesar Rp 161,23 triliun. Sedangkan di SBN sebesar Rp 60,60 triliun. Hingga kini, paling banyak meÂmang di reksa dana bisa 40 persen, kemudian di saham 20-30 persen sisanya obligasi, Surat Utang Negara (SUN), Medium Term Note (MTN) dan sebagainya.
"Dari total portofolio investasi industri asuransi jiwa, sekitar 24 persen ditempatkan di SBN. Namun, secara individu, sudah banyak perusahaan asuransi jiwa yang memenuhi ketentuan OJK tersebut," katanya kepada
Rakyat Merdeka. Meski begitu, kata Togar, pihaknya sudah mengusulkan supaya (batas minimal) bisa diturunkan. "Kami sudah bicara dengan OJK pada satu dua minggu lalu, tapi belum ada respons. Kami ingin bantu pemerintah, tapi sebaiknya atas minimal diturunkan jadi 15-20 persen agar lebih fleksibel," pintanya.
Menurut Togar, industri asuransi sudah lama mendukung pemerinÂtah selain dengan membeli SBN, seperti dengan menempatkan dana di deposito dan obligasi pemerinÂtah. Sedangkan untuk penempatan di pasar saham dan reksa dana dilakukan belum lama ini.
Togar menjelaskan, penempaÂtan dana di instrumen investasi reksa dana pendapatan tetap, yang tidak tergantung dengan fluktuasi harga saham, memÂberikan imbal hasil (yield) yang bagus. Semetara, penempatan investasi pada produk reksa dana juga beragam, termasuk ada yang ditempatkan di Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).
Toga bilang, jika industri asuransi jiwa diharuskan memenuhi aturan 30 persen berinvestasi pada SBN, maka tidak bisa membantu dari sisi yang lain. Karena pada dasarnya, tujuan asuransi jiwa menempatkan investasi di SBN agar bisa mendukung pemerintah membangun infrastruktur.
"Namun sebenarnya hal terseÂbut sudah dilakukan sejak lama oleh asuransi jiwa, yaitu melalui penempatan investasi di reksa dana ataupun melalui EBA-SP. Apabila OJK bisa menurunkan batas portofolio investasi pada SBN, maka industri asuransi jiwa bisa menggeser portofolio investasinya pada instrumen yang juga menguntungkan bagi pemerintah, dan mendukung perÂekonomian, seperti pembanguÂnan infrastruktur," ucap Togar.
Bahkan lanjutnya, ada portoÂfolio reksa dana underlying aset, obligasi korporasi seperti WaskiÂta Karya, Adhi Karya yang bisa dipakai untuk infrastruktur.
"Kami juga bisa masuk pasar modal. Sebenarnya bijaksananya OJK turunkan, supaya penempaÂtan investasi fleksibel dan baik," harapnya. ***
BERITA TERKAIT: