Sertifikat BI Dijamin Tak Picu Rebutan Dana Dengan SBN

Diaktifkan Lagi Demi Cegah Capital Outflow

Rabu, 25 Juli 2018, 09:06 WIB
Sertifikat BI Dijamin Tak Picu Rebutan Dana Dengan SBN
Foto/Net
rmol news logo Pengaktifan kembali Sertifikat BI (SBI) sebagai instrumen di pasar uang, diharap mampu menjadi daya tarik bagi investor asing. Maklum, aliran dana masuk (inflow) tercatat menurun akibat melemahnya nilai tukar rupiah.

 Dari pasar saham saja misal­nya, dari awal tahun hingga akhir pekan lalu dana asing yang ke­luar (outflow) mencapai Rp 50,9 triliun. Dana yang keluar pun tak hanya dari saham, tapi juga dari instrumen keuangan lainnya.

Kepala Departemen Pengelo­laan Moneter Nanang Hendarsah menjelaskan, adanya outflow dikarenakan penyesuaian ke­bijakan moneter negara maju, terutama di Amerika Serikat (AS), di mana suku bunga acuan bank sentral AS (Fed Fund Rate/FFR) yang akan dinaikkan kembali.

"Untuk menyikapi hal itu, BI menyiapkan antisipasi yang sifatnya jangka pendek dan panjang. Bagaimana menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI tetap berada di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN)," katanya kemarin di Jakarta.

Terkait diterbitkannya kemba­li SBI, sambung Nanang, sebe­narnya tidak pernah dicabut.

"Instrumennya masih ada, tidak dicabut, tergantung dina­mika ekonomi domestik dan global saat ini. Dan hadirnya SBI untuk menyerap likuiditas masuk ke dalam negeri," katanya.

Namun Nanang menekankan, SBI tidak memiliki dampak langsung terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah. Hadirnya SBI, lanjut Nanang, agar terciptanya variasi instrumen di pasar uang lantaran minimnya instrumen, khususnya private sektor, misalnya obligasi korporasi.

"Sedikit sekali (instrumen). Pada akhirnya otoritas harus menyediakan instrumen lain. Nah, untuk menangkap capital inflow diperlukan instrumen yang beragam. Hanya ini yang bisa diajukan BI sejauh ini," terangnya.

Selain itu, guna mencegah terjadinya bentrok dengan pen­jualan SBN, yang nantinya berakibat terjadinya perebutan dana di pasar, BI akan selalu berkoordinasi dengan pemerin­tah. Jadwal lelang pun nantinya akan disesuaikan.

Biasanya, SBI akan dilakukan pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan sekitar tanggal 20, namun hingga saat ini belum bisa dipastikan.

"Yang pasti tidak berbarengan dengan lelang SBN, supaya tidak terdistorsi. Dari sisi lelang, akan kordinasi dengan pemerin­tah. Makanya kalau SBI itu ada MHP atau Masa Hold Periode (masa tunggu) sekitar tujuh hari. Sementara SBN tiap hari bisa langsung dijual, dengan return dan berbagai risiko," tuturnya.

Apalagi karakteristik dari masing-masing instrumen nega­ra ini pun berbeda-beda. SBI itu menggunakan diskonto di mana bunga dibayar di awal, semen­tara SBN pakai kupon.

Dari hasil lelang SBI yang dilakukan pada Senin (23/7) kemarin, dinilai cukup baik. Tercatat, yang masuk biding lelang SBI tenor 9 dan 12 bulan mencapai Rp 14,2 triliun yang dimenangkan, atau uang yang masuk sekitar Rp 5,9 triliun.

"Penggunaan SBI hanya karena goyangnya nikai tukar rupiah dan capital outflow. Kalau lagi kondisi normal, biar pasar keuangan yang bekerja," ucapnya.

Sementara, data per year to date (ytd) hingga 20 Juli 2018 kemarin, operasi moneter BI mencapai Rp 291,6 triliun. SDBI mencapai Rp 118,06 triliun dan deposit fasility bank di BI men­capai Rp 38,624 triliun.

Peneliti Ekonomi dari Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi menilai, reaktivasi SBI dalam konteks perdalaman pasar keuangan, me­mang baik. Sehingga marketnya lebih efisien dan menambah mi­nat investor asing untuk masuk dan menolong capital inflow.

"Tapi mesti dipertimbangkan juga apakah sebaiknya BI yang reaktivasi SBI atau Kementeria Keuanga (Kemenkeu) keluar­kan lebih banyak SBN tenor di bawah 1 tahun, atau kedua-duanya, agar tidak bentrok," imbuhnya saat dihubungi Rakyat Merdeka.

Selain itu, reaktivasi SBI pun memiliki risiko. Akan ada interest cost yang mesti ditang­gung BI.

"Dulu SBI secara berangsur dikurangi, agar BI bertahap beralih ke SBN untuk instrumen operasi pasar, seperti US Fed gunakan instrumen US Treasury securities yang dikeluarkan oleh Kemenkeu AS. Nah kalau seka­rang akan kembali dua-duanya diaktifkan, maka perlu perhitungan," tutur Eric.

Di sisi perbankan, Direktur Keuangan dan Tresuri PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Iman Nugroho Soeko mengaku, pihaknya ikut lelang untuk SBI bertenor 9 bulan dengan nilai di bawah Rp 1 triliun.

"Imbal hasilnya, kami harap bisa di kisaran rate BI. Kami memanfaatkan langkah strategis Bank Sentral ini," ujarnya kepada Rakyat Merdeka.

Senada, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (Per­sero) Tbk Haru Koesomargyo mengatakan, bagi perbankan, reaktivasi SBI merupakan tam­bahan opsi untuk penempatan ekses likuiditas yang tadinya hanya SBN.

"Ini bukan menambah likuidi­tas bank, tapi membantu bank mengelola kelebihan likuiditas. Tapi kami belum bisa menyebut berapa nominal keikutsertaan­nya," pungkas Haru. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA