Dari pasar saham saja misalÂnya, dari awal tahun hingga akhir pekan lalu dana asing yang keÂluar (
outflow) mencapai Rp 50,9 triliun. Dana yang keluar pun tak hanya dari saham, tapi juga dari instrumen keuangan lainnya.
Kepala Departemen PengeloÂlaan Moneter Nanang Hendarsah menjelaskan, adanya
outflow dikarenakan penyesuaian keÂbijakan moneter negara maju, terutama di Amerika Serikat (AS), di mana suku bunga acuan bank sentral AS (
Fed Fund Rate/FFR) yang akan dinaikkan kembali.
"Untuk menyikapi hal itu, BI menyiapkan antisipasi yang sifatnya jangka pendek dan panjang. Bagaimana menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, BI tetap berada di pasar valas dan Surat Berharga Negara (SBN)," katanya kemarin di Jakarta.
Terkait diterbitkannya kembaÂli SBI, sambung Nanang, sebeÂnarnya tidak pernah dicabut.
"Instrumennya masih ada, tidak dicabut, tergantung dinaÂmika ekonomi domestik dan global saat ini. Dan hadirnya SBI untuk menyerap likuiditas masuk ke dalam negeri," katanya.
Namun Nanang menekankan, SBI tidak memiliki dampak langsung terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah. Hadirnya SBI, lanjut Nanang, agar terciptanya variasi instrumen di pasar uang lantaran minimnya instrumen, khususnya private sektor, misalnya obligasi korporasi.
"Sedikit sekali (instrumen). Pada akhirnya otoritas harus menyediakan instrumen lain. Nah, untuk menangkap
capital inflow diperlukan instrumen yang beragam. Hanya ini yang bisa diajukan BI sejauh ini," terangnya.
Selain itu, guna mencegah terjadinya bentrok dengan penÂjualan SBN, yang nantinya berakibat terjadinya perebutan dana di pasar, BI akan selalu berkoordinasi dengan pemerinÂtah. Jadwal lelang pun nantinya akan disesuaikan.
Biasanya, SBI akan dilakukan pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulanan sekitar tanggal 20, namun hingga saat ini belum bisa dipastikan.
"Yang pasti tidak berbarengan dengan lelang SBN, supaya tidak terdistorsi. Dari sisi lelang, akan kordinasi dengan pemerinÂtah. Makanya kalau SBI itu ada MHP atau Masa Hold Periode (masa tunggu) sekitar tujuh hari. Sementara SBN tiap hari bisa langsung dijual, dengan return dan berbagai risiko," tuturnya.
Apalagi karakteristik dari masing-masing instrumen negaÂra ini pun berbeda-beda. SBI itu menggunakan diskonto di mana bunga dibayar di awal, semenÂtara SBN pakai kupon.
Dari hasil lelang SBI yang dilakukan pada Senin (23/7) kemarin, dinilai cukup baik. Tercatat, yang masuk biding lelang SBI tenor 9 dan 12 bulan mencapai Rp 14,2 triliun yang dimenangkan, atau uang yang masuk sekitar Rp 5,9 triliun.
"Penggunaan SBI hanya karena goyangnya nikai tukar rupiah dan capital outflow. Kalau lagi kondisi normal, biar pasar keuangan yang bekerja," ucapnya.
Sementara, data per
year to date (ytd) hingga 20 Juli 2018 kemarin, operasi moneter BI mencapai Rp 291,6 triliun. SDBI mencapai Rp 118,06 triliun dan deposit fasility bank di BI menÂcapai Rp 38,624 triliun.
Peneliti Ekonomi dari Asian Development Bank (ADB) Institute Eric Sugandi menilai, reaktivasi SBI dalam konteks perdalaman pasar keuangan, meÂmang baik. Sehingga marketnya lebih efisien dan menambah miÂnat investor asing untuk masuk dan menolong capital inflow.
"Tapi mesti dipertimbangkan juga apakah sebaiknya BI yang reaktivasi SBI atau Kementeria Keuanga (Kemenkeu) keluarÂkan lebih banyak SBN tenor di bawah 1 tahun, atau kedua-duanya, agar tidak bentrok," imbuhnya saat dihubungi
Rakyat Merdeka.
Selain itu, reaktivasi SBI pun memiliki risiko. Akan ada interest cost yang mesti ditangÂgung BI.
"Dulu SBI secara berangsur dikurangi, agar BI bertahap beralih ke SBN untuk instrumen operasi pasar, seperti US Fed gunakan instrumen US Treasury securities yang dikeluarkan oleh Kemenkeu AS. Nah kalau sekaÂrang akan kembali dua-duanya diaktifkan, maka perlu perhitungan," tutur Eric.
Di sisi perbankan, Direktur Keuangan dan Tresuri PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Iman Nugroho Soeko mengaku, pihaknya ikut lelang untuk SBI bertenor 9 bulan dengan nilai di bawah Rp 1 triliun.
"Imbal hasilnya, kami harap bisa di kisaran rate BI. Kami memanfaatkan langkah strategis Bank Sentral ini," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka. Senada, Direktur Keuangan PT Bank Rakyat Indonesia (PerÂsero) Tbk Haru Koesomargyo mengatakan, bagi perbankan, reaktivasi SBI merupakan tamÂbahan opsi untuk penempatan ekses likuiditas yang tadinya hanya SBN.
"Ini bukan menambah likuidiÂtas bank, tapi membantu bank mengelola kelebihan likuiditas. Tapi kami belum bisa menyebut berapa nominal keikutsertaanÂnya," pungkas Haru. ***
BERITA TERKAIT: