Lembong optimistis, investasi asing bisa mengerek ekonomi Indonesia lima tahun mendaÂtang. Wadah terbesar berasal dari investasi di sektor smelter dan ekonomi digital.
Pemerintah konsen mendorong hilirisasi di dalam negeri. Bahkan, terkesan memaksa perusahaan tambang membangun smelter di Indonesia mengacu pada PeraÂturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Sektor smelter (nilai inÂvestasinya) miliaran dolar, dan sebentar lagi puluhan miliar dolar yang masuk ke situ. Itu mengangkat negara kita jadi top tiga di dunia sebagai produsen dan eksportir stainless steel baja," kata Lembong di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, kemarin.
Dia mengakui, investasi di biÂdang smelter yang tergolong beÂsar saat ini merupakan dampak dari kebijakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu, pemerintah mulai memÂbatasi ekspor mineral mentah.
"Kebijakan yang diinisiasi zaman SBY, larangan ekspor mineral mentah harus saya akui banyak keberhasilannya. PemerÂintah memaksakan investasi di sektor smelter," ujar Lembong.
Sedangkan di sektor ekonomi digital, menurut mantan Menteri Perdagangan itu, investasi startup dan e-commerce terbilang mengeÂjutkan. BKPM memprediksi, arus masuk modal ke sektor tersebut mencapai 2-3 miliar dolar AS, atau setara Rp 30-40 triliun per tahun. Bahkan, dana yang sudah mengalir 15-20 persen dari total Foreign Direct Investment (FDI) per tahun.
Seperti diketahui, perusahaan startup bagaikan jamur di IndoneÂsia. Mulai dari seri A, B, C, hingga level unicorn. Saat ini sudah ada empat startup yang masuk dalam kriteria unicorn dengan valuasi di atas 1 miliar dolar AS. Yakni, Go-Jek, Bukalapak, Tokopedia, dan Traveloka.
Lembong mengatakan, angka unicorn milik anak Indonesia setÂara dengan jumlah unicorn di Uni Eropa. Dengan capaian tersebut, industri ekonomi digital Indonesia seharusnya tidak bisa dipandang sebelah mata negara lain.
Valuasi Gojek misalnya, menÂcapai 1,2 miliar dolar AS. DisÂusul Tokopedia 1,1 miliar dolar AS. Pesatnya pertumbuhan pasar ekonomi digital tidak lepas dari tingginya populasi pengguna internet di Indonesia.
"Mereka semua mengatakan hal yang sama, bahwa di seluruh dunia ini tidak banyak pasar dengan size seperti Indonesia. Ini yang harus kita perjuangkan mati-matian," imbuhnya seraya menyatakan bahwa e-commerce menjadi motor penggerak ekonoÂmi Indonesia ke depan.
Faktanya, pertumbuhan e-commerce saat ini berkisar 20-25 persen per tahun. Sedangkan ekonomi nasional baru tumbuh di angka 5 persen per tahun. Selain e-commerce, industri pariwisata juga merupakan sektor strategis yang bisa menggerakkan perekoÂnomian Indonesia.
Pertumbuhan sektor pariwisaÂta sekitar 14-17 persen per tahun. Sektor ini dapat menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) 15 persen, atau setara Rp 280 triliun devisa negara dan bisa menyerap 13 juta tenaga kerja di tahun depan.
Di tempat terpisah. Menteri Pariwisata Arief Yahya yakin, penurunan pajak 0 persen bagi yacht berdampak pada kenaikan penerimaan negara di sektor pariwisata. Deregulasi perlu diÂlakukan untuk menarik kunjungan yacht, dan meningkatkan devisa.
Perhitungannya, PPn barang mewah yacht sebesar 75 persen hanya akan mendapatkan keunÂtungan negara sekitar 80 juta dolar AS. Sementara jika PPn menjadi 0 persen, keuntungan negara menjadi lima kali lipat, yakni sekitar 442 juta dolar AS. ***
BERITA TERKAIT: