"Kita tentu khawatir menÂgenai perang dagang. Perang dagang tidak pernah bermanÂfaat untuk siapapun. Tapi, InÂdonesia seperti negara-negara lainnya, juga harus bersiap dengan adanya perang dagang antara negara ekonomi besar," katanya usai blusukan berÂsama Presiden Joko Widodo di Desa Tangkil, Bogor, Jawa Barat, kemarin.
Kim menilai, saat ini konÂdisi perekonomian Indonesia dalam kategori baik. Hal tersebut dibandingkan dengan kondisi perekonomian negara berkembang lain. MenurutÂnya, kondisi tersebut tercipta karena Indonesia kini memiliÂki rasio utang terhadap Gross Domestic Product (GDP) yang rendah serta manajemen anggaran publik yang kuat.
"Manajemen anggarannya publik yang kuat sehingga perekonomian Indonesia ada dalam kondisi yang baik," ujarnya.
Meski kecenderunganÂnya aksi saling balas dalam perang dagang makin sengit, Kim berharap keadaan tidak terus meruncing agar tidak ada pihak yang dirugikan akibat perang dagang. MenuÂrut Kim, perdagangan adalah elemen penting pertama bagi negara berkembang untuk tumbuh lebih cepat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaÂtakan, Indonesia perlu wasÂpada atas terjadinya dinamika perekonomian yang sangat tinggi antara negara barat dan China, khususnya yang terkait dengan perang dagang Amerika Serikat-China. "Itu dampaknya menimbulkan
spill over," ujarnya.
Menurutnya, saat ini penyeÂsuaian kebijakan perekonoÂmian yang terjadi di Amerika Serikat masih terus berjalan. Seiring dengan kebijakan itu, reaksi dari negara-negara yang terdampak khususnya di bidang perdagangan juga tengah dimulai.
"Jadi, kita melihatnya harus dalam konteks menjaga seÂcara jangka yang cukup panÂjang. Karena ini tidak cuma satu policy yang sifatnya seminggu dari negara-negara tersebut," jelasnya.
Untuk itu, Sri Mulyani mengatakan, pemerintah mesti melakukan bauran keÂbijakan untuk saling mengisi, baik dari kebijakan fiskal, moneter, hingga sektor riil. Contohnya, saat Bank InÂdonesia memilih kebijakan menaikkan suku bunga yang diteruskan relaksasi dari sisi kebijakan kredit.
Langkah itu lalu ditanggapi pemerintah dengan mengambil kebijakan di sisi fiskal melalui insentif pajak maupun dari sisi belanja yang bertujuan mengurangi tekanan dalam perekonomian Indonesia.
Seperti diketahui, perang daÂgang ini bermula ketika PresiÂden Amerika Serikat Donald Trump menaikkan tarif impor produk baja dan aluminium pada awal 2018 ini. Kebijakan tersebut memicu aksi balasan, dari negara-negara yang seÂlama ini menjadi pengekspor baja dan aluminium ke AS seperti China, Kanada, Uni Eropa, Mexico, dan negara lainnya. ***
BERITA TERKAIT: