Ekonom
Institute for DeÂvelopment of Economics and Finance (Indef), Bhima YudhisÂtira Adinegara menilai, langkah Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 4,75 persen, belum cukup menahan sentimen global.
"Efek kenaikan suku bunga (menguatkan rupiah) bersifat temporer. Sementara sentimen global (tekanannya) jauh lebih besar. Melihat perkembangan ekonomi dunia, bukan hal yang tidak mungkin rupiah terus meÂlemah ke level Rp 15 ribu," kata Bhima kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Bhima menuturkan, pasca BI menaikkan suku bunga, penguatan rupiah masih dibawah ekspektasi. Pada Jumat (29/06), nilai tukar rupiah masih nangÂkring di level 14.325. Menurut Bhima, kecilnya penguatan terseÂbut tidak memberikan banyak pengaruh terhadap kinerja dunia usaha. Sebaliknya, Bhima khaÂwatir kenaikan suku bunga tersebut malah akan memicu kontraksi pada sektor riil.
"Kalau
cost of borrowing alias biaya pinjaman naik, pengusaha semua sektor akan lebih memilih melakukan aneka efisiensi untuk tekan biaya produksi. Karena, saat ini mereka tidak mungkin menaikan harga jual (produk) karena daya beli sedang lesu," papar Bhima.
Bhima mewanti-wanti poÂtensi pelaku usaha mengambil langkah efisiensi dalam bentu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal. Hal itu rentan dilakukan pengusaha bila nilai tukar rupiah terus mengalami pelemahan.
Saat ditanya mengenai proÂgram pemerintah mengembangÂkan industri subtitusi bahan baku impor, Bhima melihat, belum berjalan efektif. Hal itu bisa dilihat dari ketergntungan impor bahan baku industri farmasi.
Dia menjelaskan, Indonesia memiliki beragam tumbuhan obat. Tetapi sampai saat ini, inÂdustri farmasi masih mengandalÂkan bahan baku impor. "Dengan struktur industri kita yang masih bergantung impor, pelemahan rupiah akan memukul ekonomi." Kata Bhima.
Bhima menyarankan, pemerintah untuk membuat paket kebijakan untuk menjaga stabiliÂtas rupiah. Menurutnya, saat ini diperlukan kombinasi kebijakan. Tidak hanya kebijakan moneter tetapi juga fiskal.
Misalnya, membuat paket tentang stabilisasi kurs dengan perbanyak insentif bagi sektoryÂang bisa menguatan devisa. "Jadi bentuknya harus lintas sektoral sehingga dampak ke penguatan rupiah bisa langsung terasa," imbuhnya.
Apindo Apresiasi BI Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Industri Johnny Darmawan mengapresiasi langkah BI meÂnaikkan suku bunga meskipun dampaknya belum bisa dirasaÂkan dalam waktu dekat ini.
"Apakah keputusan BI telat? Saya kira tidak. Itu (suku bunga) dapat mencegah agar rupiah menyentuh Rp 15 ribu. Karena kalau sampai ke posisi itu (15 ribu), akan mengancam industri kita," kata Johnny.
Johnny berharap, pemerintah juga mengambil langkah-langÂkah untuk menguatkan fundaÂmental perekonomian. Antara lain, meningkatkan insentif untuk para investor.
Jhonny mengakui, fluktuasi rupiah mempengaruhi kinerja inÂdustri. Para pengusaha wait and see, tidak menggenjot produksi karena bahan baku berasal dari impor. Kehati-hatian juga diÂlakukan pelaku usaha mempertimbangkan masalah daya beli di dalam negeri yang masih lemah. ***
BERITA TERKAIT: