Direktur Eksekutif GabunÂgan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat SiÂnaga mengatakan, pihaknya tidak yakin aturan tersebut akan berjalan lancar. "Iya, kami ragu aturan fortifikasi atau penambaÂhan vitamin A untuk migor ini di lapangan lancar," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, masih ada perdeÂbatan di masyarakat soal efekÂtivitas fortifikasi vitamin A pada minyak goreng sawit. "Isu ini terkait dengan stabilitas vitamin A mulai dari pabrik sampai ke retailer dan retensi vitamin A pada saat penggorengan," ungkapnya.
Ia mengatakan, kandungan fortifikan (vitamin A, beta karoÂten) minyak goreng sawit pasca pabrik sampai konsumen lebih rendah dari SNI7709: 2012 Minyak Goreng Sawit. "ProÂdusen minyak goreng Sawit yang mencantumkan label SNIdapat dituduh sebagai pemboÂhongan publik dan berpotensi menghadapi gugatan hukum dari masyarakat," tuturnya.
Sahat mengungkapkan, adanya kalimat "dengan penambahan vitamin A" pada SNI7709: 2012 Minyak Goreng Sawit juga disÂkriminatif. "SNI minyak goreng non sawit seperti minyak goreng kelapa (SNI-01-3741-2002), minyak goreng kedelai (SNI01- 4466-1998) tidak diwajibkan peÂnambahan vitamin A," katanya.
Ia mengatakan, alasan lain pihaknya meminta revisi aturan tersebut karena kewajiban meÂnambah vitamin A sintetis akan menciptakan ketergantungan baru pada impor. "Oleh karena itu, revisi diperlukan agar seÂmua pihak dapat menerima dan memahami dengan baik aturan tersebut," tukasnya.
Guru Besar Teknologi Pangan Institute Pertanian Bogor (IPB) Prof. Purwiyatno Hariyadi meÂnyetujui usulan revisi SNI fortiÂfikasi vitamin A minyak goreng sawit. Hal itu untuk memberikan ruang inovasi kepada produsen terkait penyediaan Vitamin A .
"Kalimat 'penambahan vitaÂmin A' akan menambah beban produsen minyak goreng karena pasca fortifikasi diwajibkan, setiap tahun mereka harus impor vitamin A," ujarnya.
Ketua Dewan Pembina
Palm Oil Agribusiness Strategic PolÂicy Institute (Paspi) Bungaran Saragih meminta, pemerintah untuk menggandeng swasta untuk menyelesaikan persoalan fortifikasi ini. "Masyarakat mungkin belum melihat pentÂing fortifikasi ini. Tetapi bahaya jika tidak mendapatkan edukasi. Disinilah peranan pemerintah," ujarnya.
Ia mengatakan, dirinya sudah lama membahas dengan berbagai pihak masalah fortifikasi penamÂbahan vitamin A pada produk minyak goreng sawit. "Pemerintah juga sudah lama mengupayakan bagaimana agar minyak goreng difortifikasi," katanya.
Menurut dia, pelaksanaan forÂtifikasi masih terbatas selama ini lebih karena masalah bisnis dan teknologi. Sebab secara sosial tidak ada masalah. Begitupun secara politik fortifikasi sangat positif karena negara mengÂinginkan rakyatnya sehat.
"Yang jelas berdasarkan statisÂtik Kementerian Sesehatan orang Indonesia kekurangan vitamin A, dan kekurangannya paling parah barangkali terburuk di dunia. Padahal kita penghasil vitamin A yang luar biasa besarnya karena ada di sawit," ungkapnya.
Dirjen Industri Agro KemenÂterian Perindustrian (KemenÂperin) Panggah Susanto meÂnyebutkan, pihaknya sangat terbuka menerima masukan dari pakar dan asosiasi berkaitan soal kewajiban fortifikasi vitamin A minyak goreng sawit. Walaupun di sisi lain, Kemenperin ingin aturan ini berjalan secepatnya.
"Minyak goreng yang berkali-kali dipakai, dipakai lagi. Kalau tidak ada standar dan kemasan di situ dicantumkan segala macam syarat dan tanggung jawab. Maka sangat berbahaya sekali," ujarnya.
Panggah menuturkan, keÂwajiban vitamin A di minyak goreng ini masih bisa didiskusiÂkan lebih lanjut. "Silakan untuk didiskusikan, pemerintah ikut saja dan menunggu hasilnya. Kalau soal kemasan jangan diulur-ulur lagi, langsung saja dilaksanakan," tukasnya. ***
BERITA TERKAIT: