Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengatakan, pemerintah melakukan kesalahan besar jika mempermudah barang impor masuk pasar Indonesia. "Aduh, bisa mati kita," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurutnya, pemerintah harus segera merevisi kebijakan terseÂbut jika tidak ingin mendapat kecaman dari pengusaha lokal. Pengusaha pasti mengecam kebijakan. Apalagi sampai kini belum diajak diskusi soal aturan baru ini.
Ia mengatakan, sosialisasi mengenai penyederhanaan reguÂlasi impor tersebut juga belum diketahui pengusaha. "Sekarang kami juga bingung maunya peÂmerintah apa. Belum ada sosialÂisasi soal ini," tegasnya.
Azis mengungkapkan, perÂjuangan pengusaha dalam menÂertibkan impor ilegal akan perÂcuma jika aturan tersebut tetap dilanjutkan. "Kami kan sudah berusaha menertibkan impor ilegal. Kok sekarang malau mau dipermudah lagi barang impor masuk," cetusnya.
Pihaknya tidak akan memperÂmasalahkan aturan baru tersebut jika yang dipermudah adalah impor bahan baru. "Kalau impor bahan baku bagus. Kami memang perjuangkan. Tapi kalau impor baÂrang jadi kami tolak," tuturnya.
Selama ini ban adalah salah satu produk yang menjadi andaÂlan ekspor Indonesia. "Ban iniÂkan menggunakan karet rakyat lokal. Salah satu penyerap karet terbesar. Sudah seharusnya peÂmerintah membantu industri ini. Bukan justru mematikanÂnya dengan regulasi yang tidak jelas," tukasnya.
Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja IndoneÂsia (
The Indonesian Iron and Steel Association/IISIA) HiÂdayat Triseputro mengatakan, semangat industri lokal untuk menggenjot produksi akan lunÂtur jika impor kembali diperÂmudah. "Barang impor harus diperketat," ujarnya.
Menurutnya, pemerintah perlu menumbuhkan iklim kompetisi bisnis yang baik pada industri dengan menurunkan angka imÂpor. Ia mengatakan, penguranÂgan porsi impor bakal mendorÂong pabrik untuk meningkatkan investasi.
"Prospek pengembangan inÂdustri di Indonesia masih bagus sekali, terutama kalau bisa tekan angka impor," tegas Hidayat.
Ia menambahkan, industri baja tetap tumbuh paling sedikit 7 persen pada tahun ini. Itu ditunÂjang dengan membaiknya perÂmintaan baja di dalam negeri.
Ketua Kompartemen PerdaÂgangan Perindustrian GabunÂgan Importir Nasional SeluÂruh Indonesia (GINSI) Ratna Nila Juwita mengaku, pihaknya mendukung upaya pemerinÂtah menyederhanakan regulasi impor. "Namun kami khawatir kemudahan importasi barang jadi," ujarnya.
Ia mengatakan, impor barang jadi yang sudah mampu di produkÂsi industri lokal akan mengganggu pemasaran. "Sehingga perlu diÂlakukan pengawasan yang ketat terhadap barang yang beredar di pasaran," katanya.
Direktur Direktorat Tertib NiÂaga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Veri Anggrijono mengatakan, pengusaha tidak perlu khawatir terhadap aturan baru ini. "Pemeriksaan akan tetap ketat," ujarnya
Ia menjelaskan, dalam aturan baru ini hanya ada pergeseran pemeriksaan saja. Pemerintah mudahkan di post border, setiap importir menyampaikan self declaration bahwa apa yang sudah di impor sudah memenuhi ketentuan.
Sebelumnya, Dirjen PerdaÂgangan Luar Negeri KementeÂrian Dalam Negeri (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, peraÂturan terkait penyederhanaan jumlah impor barang terlarang atau terbatas ditujukan agar arus barang bisa menjadi lebih lancar. "Karena kita tujuannya memÂperlancar arus barang, targetnya ease of doing business, supaya rangkingnya naik," ujar Oke.
Oke mengatakan, terdapat 10.826 jenis barang impor berÂdasarkan
Harmonized System (HS) Code Buku Tarif KepaÂbeanan Indonesia (BTKI). Dari jumlah itu, sebanyak 5.229 barang atau 48,3 persen meruÂpakan barang impor dengan kategori barang yang dilarang atau terbatas.
Dari jumlah 5.229 tersebut sebanyak 3.451 berada dibawah Kemendag. 3.451 kode HS terseÂbut awalnya berada dibawah pengawasan bea cukai. "Namun, sejalan dengan adanya penyeserÂhanaan regulasi dan tata niaga impor jumlah yang dibebankan ke bea cukai dikurangi," tuÂturnya. ***
BERITA TERKAIT: