Nasib Industri Kita Bisa Di Ujung Tanduk

Pemerintah Permudah Barang Impor Masuk

Senin, 29 Januari 2018, 08:41 WIB
Nasib Industri Kita Bisa Di Ujung Tanduk
Foto/Net
rmol news logo Rencana pemerintah untuk mempermudah barang impor masuk ke pasar dalam negeri dengan menyederhanakan regulasi mendapat kecaman dari pengusaha. Rencana tersebut dinilai bisa mematikan industri lokal yang saat ini tengah berjuang melawan barang impor.

Ketua Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI) Azis Pane mengatakan, pemerintah melakukan kesalahan besar jika mempermudah barang impor masuk pasar Indonesia. "Aduh, bisa mati kita," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Menurutnya, pemerintah harus segera merevisi kebijakan terse­but jika tidak ingin mendapat kecaman dari pengusaha lokal. Pengusaha pasti mengecam kebijakan. Apalagi sampai kini belum diajak diskusi soal aturan baru ini.

Ia mengatakan, sosialisasi mengenai penyederhanaan regu­lasi impor tersebut juga belum diketahui pengusaha. "Sekarang kami juga bingung maunya pe­merintah apa. Belum ada sosial­isasi soal ini,"  tegasnya.

Azis mengungkapkan, per­juangan pengusaha dalam men­ertibkan impor ilegal akan per­cuma jika aturan tersebut tetap dilanjutkan. "Kami kan sudah berusaha menertibkan impor ilegal. Kok sekarang malau mau dipermudah lagi barang impor masuk," cetusnya.

Pihaknya tidak akan memper­masalahkan aturan baru tersebut jika yang dipermudah adalah impor bahan baru. "Kalau impor bahan baku bagus. Kami memang perjuangkan. Tapi kalau impor ba­rang jadi kami tolak," tuturnya.

Selama ini ban adalah salah satu produk yang menjadi anda­lan ekspor Indonesia. "Ban ini­kan menggunakan karet rakyat lokal. Salah satu penyerap karet terbesar. Sudah seharusnya pe­merintah membantu industri ini. Bukan justru mematikan­nya dengan regulasi yang tidak jelas," tukasnya.

Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Besi dan Baja Indone­sia (The Indonesian Iron and Steel Association/IISIA) Hi­dayat Triseputro mengatakan, semangat industri lokal untuk menggenjot produksi akan lun­tur jika impor kembali diper­mudah. "Barang impor harus diperketat," ujarnya.

Menurutnya, pemerintah perlu menumbuhkan iklim kompetisi bisnis yang baik pada industri dengan menurunkan angka im­por. Ia mengatakan, penguran­gan porsi impor bakal mendor­ong pabrik untuk meningkatkan investasi.

"Prospek pengembangan in­dustri di Indonesia masih bagus sekali, terutama kalau bisa tekan angka impor," tegas Hidayat.

Ia menambahkan, industri baja tetap tumbuh paling sedikit 7 persen pada tahun ini. Itu ditun­jang dengan membaiknya per­mintaan baja di dalam negeri.

Ketua Kompartemen Perda­gangan Perindustrian Gabun­gan Importir Nasional Selu­ruh Indonesia (GINSI) Ratna Nila Juwita mengaku, pihaknya mendukung upaya pemerin­tah menyederhanakan regulasi impor. "Namun kami khawatir kemudahan importasi barang jadi," ujarnya.

Ia mengatakan, impor barang jadi yang sudah mampu di produk­si industri lokal akan mengganggu pemasaran. "Sehingga perlu di­lakukan pengawasan yang ketat terhadap barang yang beredar di pasaran,"  katanya.

Direktur Direktorat Tertib Ni­aga Kementerian Perdagangan (Kemendag) Veri Anggrijono mengatakan, pengusaha tidak perlu khawatir terhadap aturan baru ini. "Pemeriksaan akan tetap ketat," ujarnya

Ia menjelaskan, dalam aturan baru ini hanya ada pergeseran pemeriksaan saja. Pemerintah mudahkan di post border, setiap importir menyampaikan self declaration bahwa apa yang sudah di impor sudah memenuhi ketentuan.

Sebelumnya, Dirjen Perda­gangan Luar Negeri Kemente­rian Dalam Negeri (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan, pera­turan terkait penyederhanaan jumlah impor barang terlarang atau terbatas ditujukan agar arus barang bisa menjadi lebih lancar. "Karena kita tujuannya mem­perlancar arus barang, targetnya ease of doing business, supaya rangkingnya naik," ujar Oke.

Oke mengatakan, terdapat 10.826 jenis barang impor ber­dasarkan Harmonized System (HS) Code Buku Tarif Kepa­beanan Indonesia (BTKI). Dari jumlah itu, sebanyak 5.229 barang atau 48,3 persen meru­pakan barang impor dengan kategori barang yang dilarang atau terbatas.

Dari jumlah 5.229 tersebut sebanyak 3.451 berada dibawah Kemendag. 3.451 kode HS terse­but awalnya berada dibawah pengawasan bea cukai. "Namun, sejalan dengan adanya penyeser­hanaan regulasi dan tata niaga impor jumlah yang dibebankan ke bea cukai dikurangi," tu­turnya. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA