Mantan Menko Perekonomian Rizal Ramli memberikan tabulasinya. Peneliti Gede Sandra meneliti data-data itu kembali. Apa faktornya ya? Mengapa setelah periode Gus Dur Gini Ratio terus membubung?
Rizal Ramli benar. Ausperity dan resep dari IMF yang harus dihindari. Itu yang dilakukan Rizal Ramli. Cuma kan sulit. Tidak mudah. Kini terlanjur Sri Mulyani jadi Menteri Keuangan yang notabene dibesarkan oleh lembaga keuangan Barat (IMF, WB, ADB). Ilmu ekonominya kadung neolib. Berikut penelusuran Gede Sandra (Peneliti Lingkar)
Di balik segala kontroversi politiknya, dinaikkan hingga dimakzulkan parlemen, ternyata perekonomian di era Gus Dur bekerja sangat istimewa.
Memang awalnya Gus Dur menerima warisan perekonomian dari Habibie dalam kondisi growth masih minus (-) 3 persen pada September 1999.
Ketika diukur lagi di akhir tahun 1999, hampir 3 bulan tim ekonomi bekerja, pertumbuhan ekonomi sudah di level 0,7 persen (melompat 3,7 persen).
Dalam kurun waktu setahun berikutnya, di tahun 2000 perekonomian Indonesia kembali berhasil tumbuh ke level 4,9 persen (melompat 4,2 persen). Di tahun 2001, meskipun Gus Dur dimakzulkan di pertengahan tahun krisis politik tersebut, rata-rata growth di akhir tahun masih di level 3,6 persen.
Yang istimewa, dua kali lompatan growth tersebut dilakukan tim ekonomi Gus Dur dengan sambil mengurangi beban utang. Sebuah kondisi yang pasti sangat sulit dilakukan oleh tim ekonomi kabinet-kabinet setelah atau sebelum Gus Dur.
Selama era Gus Dur, tim ekonomi sukses mengurangi beban utang sebesar USD 4,15 miliar.
Selain itu yang juga istimewa, ternyata growth yang terjadi di era Gus Dur sangat berkualitas. Pertumbuhan ekonomi dibagi dengan adil bagi seluruh masyarakat. Kualitas yang berbeda dari era pasca Gus Dur, yang pertumbuhan ekonominya diikuti memburuknya distribusi pendapatan.
Tercatat koofisien Gini Ratio terendah Indonesia sepanjang 50 tahun terakhir terjadi di akhir era Gus Dur, yaitu sebesar 0,31. Yang terdekat dengan pencapaian ini adalah era Suharto di tahun 1993, Gini Ratio sebesar 0,32.
Bedanya, rezim Suharto perlu 25 tahun untuk menurunkan Gini Ratio dari 0,37 (1967) ke 0,32 (1993). Gus Dur cuma perlu kurang dari dua tahun untuk turunkan koofisien Gini Ratio dari 0,37 (1999) ke 0,31 (2001).
[***]
Penulis adalah mantan Anggota Komisi Hukum DPR, Wasek Lembaga Penyuluhan Bantuan Hukum Nahdmatul Ulama, PBNU.
BERITA TERKAIT: