"Untuk proses divestasi, kami menekankan prosesnya (pembahasan) harus selesai kuartal pertama 2019 dan juga cara perhitungan nilainya," ungkap Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno di Kementerian Koordinator Bidang PerekonoÂmian, Jakarta, kemarin.
Rini mengungkapkan, saat ini pemerintah masih melakuÂkan negosiasi dan pembahasan bersama Freeport. Antara lain mengkalkulasi nilai dari aset Freeport itu sendiri. Selain itu, membahas siapa pihak yang akan membeli saham terseÂbut. "Freeport tidak berubah, memang akan memberikan 51 persen, tetapi belum diketahui siapa yang akan mengelola," paparnya.
Selain divestasi, lanjut Rini, pemerintah juga sedang melakukan kajian mengenai kepastian investasi dan perpaÂjakan. Hal ini akan disiapkan Kementerian Keuangan.
Seperti diketahui, setidaknya saat ini ada dua masalah yang belum mendapatkan titik temu. Pertama, skema divestasi 51 persen. Pemerintah inginkan divestasi 51 persen bisa selesai sebelum 2021. Hal tersebut merujuk pada kontrak karya (KK) 1991. Dalam KK yang telah disepakati kedua belah pihak, Freeport berkewajiban melakukan divestasi saham hingga 51 persen kepada pihak Indonesia secara bertahap seÂlama 20 tahun, yang artinya prosesnya harus selesai pada 2021. Sementara itu, Freeport inginkan divestasi dilakukan dengan proses yang lebih panjang dengan mempertimÂbangkan nilai usaha sampai 2041. Alasannya, Freeport merasa masih memiliki hak kontrak untuk beroperasi samÂpai 2041.
Kedua, mengenai sistem pajak. Pemerintah ingin menerapkan sistem tidak tetap (preÂvailing). Dengan sistem ini beÂsaran pajak bisa berubah-ubah mengikuti aturan. Sedangkan, Freeport inginkan sistem pajak tetap (nail down). Dengan sistem ini besaran pajak tetap sampai masa berakhirnya konÂtrak.
Analis kebijakan mineral, Rachman Wiriosudarmo, meÂminta, pemerintah mengkaji lebih dalam mengenai manfaat dan kerugian terkait divestasi Freepport.
Dia mengungkapkan ada dua tujuan divestasi saham perusaÂhaan asing. Pertama adalah untuk berorientasi keuangan yakni dividen. Dan, kedua ialah untuk lebih mengetatkan pengendalian perusahaan oleh pemerintah.
"Jika ingin mencari penerimaan maka tujuan divestasi berpotensi tidak menguntungkan. Sebab, operasi penambangan mempunyai karakter yang kompleks," ungÂkapnya.
Karena, lanjutnya, investasi proyek pertambangan pada umumnya berskala besar dan berisiko tinggi. ***
BERITA TERKAIT: