"Keinginan pemerintah menguasai saham Freeport 51 persen bukan suatu hal yang dipaksakan. Karena, merupaÂkan hak pemerintah Indonesia," kata Luhut kepada wartawan di Jakarta, kemarin.
Tuntutan divestasi itu, lanjut Luhut, merujuk kontrak karya (KK) yang ditandatangani PT Freeport Indonesia dan pemerinÂtah pada tahun 1991. Dalam KK itu, Freeport diwajibkan melakuÂkan divestasi saham hingga 51 persen kepada pihak Indonesia secara bertahap selama 20 tahun. Namun, hingga 2011, Freeport baru melakukan divestasi sebeÂsar 9,36 persen.
Luhut mengatakan, negosiasi dengan Freeport masih berlanjut. Saat ini yang tengah dirundingÂkan adalah waktu realisasi 51 persen saham tesebut. Luhut bilang, akan berkoordinasi denÂgan pihak-pihak terkait lain agar bisa segera diputuskan.
Luhut memastikan untuk proses divestasi, pemerintah ingin skema pelepasan dilakuÂkan melalui pembelian oleh badan usaha yang didalamnya pemerintah memegang kendali penuh.
"Kalau 51 persen nanti (kita punya) ya harus kita yang konÂtrol," tegasnya.
Seperti diketahui, Chief Executive Officer (CEO) FreeÂport McMoRan Inc. Richard Adkerson belum lama ini menyurati Kementerian Keuangan.
Adkerson menyampaikan keberatan dengan pernyataan pemerintah penilaian harga divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia yang memÂpertimbangkan kegiatan usaha pertambangan hingga 2021 atau sejalan hingga berakhirnya KK. Freeport inginkan divestasi dilakukan dengan melihat nilai pasar usaha sampai 2041 sesuai standar internasional untuk meÂnilai bisnis pertambangan.
Alasannya, Freeport merasa masih memiliki hak kontrak untuk beroperasi sampai 2041. Hal itu dituangkan dalam Pasal 31 Kontrak Karya yang menyaÂtakan perjanjian ini harus memiÂliki jangka waktu awal 30 tahun sejak tanggal penandatanganan persetujuan tersebut. ***
BERITA TERKAIT: