Kepala Badan Pengawas PerÂdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Bachrul Chairi menÂgatakan, dengan penundaan tersebut diharapkan bisa meÂnambah waktu untuk menarik lebih banyak peserta lelang, khususnya dari kalangan indusÂtri dan usaha kecil menengah (UKM), serta koperasi.
"Karena tujuan pelaksanaan leÂlang GKR (Gula Kristal Putih) adaÂlah untuk menjamin pasokan bagi para pelaku usaha berskala mikro dan kecil. Maka jumlah peserta leÂlang dari kelompok usaha tersebut perlu diupayakan untuk ditambah," kata Bachrul dalam keterangannya, di Jakarta, kemarin.
Untuk diketahui, putusan mengundur waktu lelang gula rafinasi diputuskan dalam raÂpat koordinasi antara Menko Perekonomian Darmin NasuÂtion dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pada Jumat pekan lalu.
Bachrul mengatakan dari sekaÂrang hingga pelaksanaan lelang pemerintah akan mengintensifÂkan sosialisasi ke para pelaku usaha, khususnya dari industri kecil, usaha kecil menengah, kelompok usaha mikro, kecil dan menengah, serta koperasi. Saat ini peserta lelang yang terÂdaftar baru 310 peserta dari 18 provinsi untuk pelaku usaha skala kecil, sementara untuk industri makanan dan minuman sudah terdaftar 150 peserta.
"Diharapkan sosialisasi dalam masa yang relatif panjang ini akan menambah jumlah peserta lelang dari setiap kabupaten dan kota di Indonesia," kata Bachrul.
Sekjen Kementerian PerindusÂtrian Haris Munandar mengatakan, perlu kajian mendalam soal lelang gula rafinasi. "Kalau kita kan sebeÂnarnya dari sisi industri, kita kaji lebih dalam lagi," kata Haris.
Haris mengatakan, menurut laporan Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kemenperin Gati Wibawaningsih, IKM saat ini tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku gula rafinasi. "Tidak ada kesulitan. Dirjen IKM sudah melakukan kajian seberapa perlunya lelang ini. Tapi ya masih perlu kajian lebih," tambah Haris.
Sementara itu, kebutuhan bahan baku gula rafinasi untuk industri besar memang perlu dijaga ketersediaannya. Saat ini, gula rafinasi yang menjadi bahan baku industri makanan dan minuman di Indonesia beÂlum mampu dipenuhi oleh dalam negeri, sehingga impor masih perlu dilakukan.
Menurutnya, ketersediaan bahan baku bagi industri mutlak dibutuhkan agar industri dapat terus melakukan produksi. "Bagi industri nomor satu adalah bahan baku. Kalau bahan baku tersedia dia bisa berdaya saing. Penting sekali. Kalau itu terhambat ya bisa berhenti," tukasnya.
Koordinator Forum Lintas Asosiasi Industri Pengguna Gula Rafinasi Dwiatmoko Setiono mengatakan, masih terdapat beberapa aturan yang dianggap tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan lelang gula rafinasi. "Permendag ini lebih banyak mudaratnya dari pada mandaatnya. Ada yang bilang kami menentang. Kami tidak menentang kami hanya memÂberikan respons atas kebijakan ini," katanya.
Menurutnya, terdapat jutaan pelaku usaha kecil dan menenÂgah yang tersebar di ratusan kota dan kabupaten di Indonesia. Sementara itu, hanya terdapat 11 produsen gula rafinasi di 5 wilayah di Indonesia. Melihat perbandingan ini, dibutuhkan biaya yang besar untuk mendaÂtangkan gula rafinasi ke wilayahÂnya masing-masing.
Selain itu, dia berpendapat tidak banyak UKM yang memÂbutuhkan gula rafinasi hingga satu ton. Masih ada UKM yang hanya membutuhkan satu hingÂga dua kuintal tiap bulannya. Karena itu, harga untuk indusÂtri besar, menengah dan kecil berbeda-beda.
Pemerintah tercatat sudah dua kali menunda lelang gula rafiÂnasi. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan No.16/M-DAG/PER/3/2017, penyelenggaraan pasar lelang gula rafinasi seÂmestinya dilaksanakan 90 hari kerja sejak diundangkan pada 17 Maret 2017. Nah, kemudian pemerintah menundanya menÂjadi Oktober 2017, dan kemÂbali menundanya sampai Januari 2018. ***
BERITA TERKAIT: