Hal itu terlihat dari pembukaan perdagangan rupiah kemarin, di mana mata uang Garuda dibuka menguat 14 poin atau 0,11 persen ke level Rp 13.298 per dolar AS. Sebelumnya, spot ditutup di poÂsisi Rp 13.312 per dolar AS pada perdagangan Jumat (22/9).
Saat penutupan, rupiah meÂnembus posisi Rp 13.305 per dolar AS berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank
Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin. Rupiah terapresiasi 0,15 persen atau 20 poin dari posisi Rp 13.325 pada Jumat (22/9).
Research & Analyst Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto menilai, pergerakan mata uang domestik sebelumnya lebih banyak dipengaruhi oleh sentimen eksternal. Namun, ruÂpiah berpotensi bangkit setelah Bank Indonesia memotong suku bunga acuan mereka menjadi 4,25 persen.
"Sebelumnya, langkah rupiah lebih banyak dipengaruhi sentiÂmen luar negeri, seperti hasil rapat
The Federal Open Market Committee (FOMC) di Amerika Serikat (AS) dan terkoreksinya harga sejumlah komoditas yang mendorong pelemahan spot," ujar Andri kepada
Rakyat Merdeka. Namun, lanjut Andri, langÂkah pelonggaran moneter yang cukup hati-hati dan terukur dari Bank Sentral ini nyatanya direspons positif oleh pasar.
Sementara Analis Senior BiÂnaartha Sekuritas Reza PriÂyambada melihat, pergerakan dolar sedikit melemah setelah pertemuan
The Fed dan adanya imbas ketegangan di SemenanÂjung Korea, setelah Korea Utara menyampaikan akan kembali melakukan serangkaian uji coba bom hydrogen. Bagi rupiah sendiri, sentimen eksternal terseÂbut tidak banyak berimbas.
"Pergerakan rupiah pasca-libur sebenarnya cenderung melemah. Minimnya sentimen positif dalam negeri pasca-libur dan terdepresiasinya yuan setelah lembaga pemeringkat S&P global memberikan rating downÂgrade terhadap
sovereign credit rating China, turut berimbas pada laju," beber Reza.
Karena itu Reza berpandangan, minimnya sentimen positif dan masih lebih besarnya perhatian pelaku pasar kepada pertemuan
The Fed membuat laju rupiah untuk menguat sedikit tertahan.
"Diharapkan sentimen terseÂbut dapat mereda, sehingga laju rupiah pun kembali menemukan momentum kenaikannya pasca libur nasional dalam negeri. Tetap mewaspadai berbagai sentimen yang dapat membuat pergerakan rupiah kembali variÂatif," ujarnya.
Reza pun memproyeksi, ruÂpiah akan bergerak dengan kisaran pada kisaran support Rp 13.286 dan resisten Rp 13.260 per dolar AS. Hal itu didorong harapan akan adanya kenaikan rupiah tertahan dengan sentimen global. Diharapkan sentimen di awal pekan depan dapat lebih positif, dan membuat laju rupiah kembali menemukan momentum kenaikannya.
Asisten Gubernur Kepala DeÂpartemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Dody Budi Waluyo melaporkan, nilai tukar rupiah bergerak stabil dan cenderung menguat alias terapreÂsiasi. Bahkan selama Agustus 2017, secara rata-rata rupiah menguat 0,02 persen menjadi Rp 13.343 per dolar AS.
"Penguatan nilai tukar rupiah selama Agustus 2017 dipengaruhi pelemahan nilai tukar dolar AS. Selain itu, ada pula aliran masuk dana asing (capital inflow) yang menyebabkan kondisi
net supply di pasar valas," kata Dody.
Dody mengatakan, pelemahan dolar AS dipengaruhi oleh pernyataan dar
i The Fed dan ECB (Bank Sentral Eropa), serta kekhawatiran terhadap pertumbuhan ekonomi AS.
"Bank Indonesia akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya, dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," jelas Dody.
Ia pun menjelaskan, BI juga akan mengamati dan mewaspadai kondisi eksternal yang dapat memÂpengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Diakuinya, salah satu kondisi tersebut adalah dampak penurunan peringkat utang China oleh
S&P Global Ratings. "Kita mengamati risiko ini. Risiko yang bisa mengganggu stabilitas nilai tukar akan direspons oleh kebijakan kita," tutur Dody.
Kebijakan terkait nilai tukar yang dimaksud Dody adalah dengan cara Bank Sentral masuk ke pasar, melalui intervensi maupun kebijakan yang sudah dilakukan, termasuk lindung nilai (hedging). ***
BERITA TERKAIT: