Saat ini pemerintah sudah memiliki 9,36 saham Freeport Indonesia dari 51 persen saham yang disepakati pembagiannya oleh pemerintah Indonesia dan Freeport Indonesia.
Menteri BUMN Rini SoeÂmarno mengatakan, pembelian tetap bisa dilakukan tanpa harus menunggu BUMN Holding PerÂtambangan terbentuk.
"Kami sudah menugaskan PT Inalum untuk menjalankan proses pembelian. Jadi, kami memang mengharapkan dan suÂdah mengusulkan harus selesai Desember 2018," terang Rini di Jakarta.
Rini menegaskan, pihaknya juga sudah menyiapkan financial advisor serta konsultan hukum untuk mengatur waktu pengamÂbilan saham maupun cara valuasi harga divestasi yang tepat.
"Sejauh ini, memang ada kendala dalam valuasi harga Freeport Indonesia. Belum ada harga finalnya," tutur Rini.
Namun begitu, Rini mengusulkan agar pengambilalihan saham Freeport dilakukan sekaÂligus atau tidak bertahap.
"Kalau bertahap secara strukÂtur finansialnya akan berat. Jadi mending langsung 51 persen," terang Rini.
Menurutnya, bila usulan pengambilalihan ini diterima oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Kementerian Energi dan Sumber Daya MinÂeral (ESDM), maka hal tersebut, akan memudahkan pemerintah mencari investor.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan, Deutsche Bank, bank asal JerÂman, tertarik memberikan pinjaman kepada BUMN untuk membeli saham Freeport IndoÂnesia.
"Deutsche Bank sudah datang ke kita. Dia berminat membantu financing bagi BUMN yang akan masuk ke Freeport," ujar Luhut.
Bekas Kepala Staf KepresiÂdenan ini menambahkan, Pemerintah Daerah yakni Kabupaten Timika juga akan mendapatkan porsi saham Freeport. "Kira-kira nanti dapat 5 persenan," jelas dia.
Freeport sendiri menginginkan hitungan valuasi berdasarkan fair market value dengan memasukÂkan nilai cadangan produksi tambang sampai Tahun 2014.
Direktur Eksekutif Energy Watch Indonesia Ferdinand Hutahaean mempertanyakan keuntungan yang bisa didapat pemerintah dengan membeli saÂham Freeport dengan nilai yang sangat besar. Nilai 51 persen saham Freeport ditaksir sebesar Rp 100 triliun.
"Hitungan saya tidak sesuai. Jika kita membayar Rp 100 trilliun dan hanya menghasilkan dividen tidak lebih dari Rp 1 trilliun per tahun. Lebih baik dana sebesar itu ditempatkan di pasar uang dengan bunga 2% per tahun, kita sudah dapat Rp 2 triliun setiap tahun," kata Ferdinand.
Ferdinand mengatakan, sebeÂnarnya pemerintah tidak perlu mengeluarkan hingga ratusan triliun untuk bisa mengendalikan Freeport.
Pasalnya, jika kontrak IndoÂnesia dan Freeport diakhiri serta tidak diperpanjang setelah beÂrakhir pada Tahun 2021 dengan demikian seluruh aset dan cadanÂgan tambang Freeport kembali 100 persen ke Indonesia.
"Kita bisa dapat 100 persen gratis, bukan cuma 51 persen. Setelah itu, pemerintah bisa memÂbuka tender internasional untuk pengelolaan tambang dengan syarat membentuk perusahaan baru joint venture di mana saham Indonesia 51 persen dan operator 49 persen," tegasnya. ***
BERITA TERKAIT: