Penurunan Pajak Sedan Nyangkut Di Kemenkeu

Produsen Mobil Mau Dongkrak Penjualan & Ekspor

Rabu, 30 Agustus 2017, 08:25 WIB
Penurunan Pajak Sedan Nyangkut Di Kemenkeu
Foto/Net
rmol news logo Produsen Mobil Nasional terus mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk menurunkan pajak mobil sedan. Hal ini untuk mendongkrak penjualan di dalam negeri dan ekspor.

 Ketua Gabungan Industri Ken­daraan Bermotor (Gaikindo) Jongkie Sugiarto berharap, Ke­menkeu segera menurunkan pa­jak untuk mobil sedan. Pasalnya, Pajak Penjualan atas Barang Me­wah (PPnBM) mobil sedan masih sangat tinggi, dibandingkan pajak untuk model lain seperti Multi Purpose Vehicle (MPV).

Menurut dia, Gaikindo men­gusulkan pajak mobil sedan supaya setara dengan mobil jenis Sport Utility Vehicle (SUV) dan MPV. Saat ini, pajak sedan 30 persen, sementara mobil lain 10 persen.

"Pajak jadi kunci agar sedan kembali tumbuh di Indonesia. Apalagi faktanya sedan lah yang laku di pasar internasional," ka­tanya disela-sela diskusi Seabad Industri Otomotif Indonesia yang digelar Pusat Data Bisnis Indone­sia (PDBI) di Jakarta, kemarin.

Menurut Jongkie, penurunan pajak sedan tinggal menunggu keputusan dari Lapangan Ban­teng alias Kemenkeu. Sebab, pa­jak apa pun adalah berada dalam otoritas mereka. Namun, untuk merubah itu tidak mudah. Pola pikir Kemenkeu disebut kolot.

"Kalau tanya ke Kemente­rian Lapangan Banteng, menu­runkan pajak itu masih tabu. Sebab menurut mereka akan berdampak pada penerimaan negara," paparnya.

Padahal, terang Jongkie, tidak begitu. Sebab ketika unit pen­jualannya bertambah, maka justru pendapatannya akan lebih tinggi ketimbang sekarang. "Penurunan tarif pajak itu bu­kan berarti penurunan income," tambah Jongkie.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektron­ika (Ilmate) Kemenkeu I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, terus mendorong penurunan pajak sedan agar pasar sedan kembali bergairah. Apalagi, Di pasar global sendiri segmen mo­bil sedan merupakan yang paling diminati selain SUV. Sementara Indonesia lebih banyak MPV.

"Ini jadi tantangan kita kalau ekspor ke arah sedan. Ke Australia misalnya, mereka tidak punya pabrik. Kita ekspor 200 ribu saja de­visanya lumayan kan," tutur Putu.

Putu menjelaskan, alasan ting­ginya pajak sedan karena mobil ini dulu sangat kental dengan orang kaya. "Jaman pak Harto sedan dianggap untuk orang kaya. Nah akhirnya dikasih pajak tinggi, yang akhirnya justru tidak laku sampai sekarang industri enggan ke sana," katanya.

Presiden Direktur BMW Group Indonesia Karen Lim mengatakan, penurunan pajak sedan akan menambah jum­lah produk mobil yang akan diekspor dari Indonesia. Selain itu, pasar sedan dapat kembali bergairah dan berkembang. "Im­basnya penjualan mobil sedan meningkat," katanya.

General Manager Marketing Strategy and Product Planning Budi Nur Mukmin mengatakan, adanya peraturan baru soal pajak tidak menutup kemungkinan akan membuat Agen Pemegang Merek (APM) mendatangkan sedan lagi guna meramaikan pasar. "Semua APM termasuk Nissan ketika ada wacana perubahan struktur pajak, kami itu memikirkan skenario apa yang bisa untuk meng-counter itu. Jadi kalau memang pajak sedan direvisi kami pasti akan melaku­kan studi," katanya.

Diakuinya tidak mudah untuk membawa masuk sedan ke Indo­nesia, karena ada banyak proses yang harus dilewati. "Apakah kita masukkan atau tidak, itu variabel yang menentukan. Ada skala ekonomi, potensi pasar, dan segala macam. Ya kita tung­gu saja," pungkas Budi.

Untuk diketahui, Kemenperin masih membahas penurunan pajak sedan dengan Kemenkeu. Mobil sedan dianggap sebagai kendaraan yang bisa menyela­matkan Indonesia dalam mem­perluas penguasaan di pasar global. Apalagi, pasar sedan di luar negeri sangat tinggi.

Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan sedan secara wholesales (pabrik ke deler) tercatat hanya sebanyak 1.441 unit pada Mei 2017. Dari total 1.044 unit penjualan sedan, 163 unit diisi kategori taksi.

Sementara itu, berdasarkan data lembaga riset dan konsultan Frost & Sullivan, penurunan penjualan sedan sepanjang 2016 mencapai 21,4 persen, dari 17.422 unit pada 2015 menjadi hanya 13.700 unit. Sebaliknya, pertumbuhan terjadi di segmen mobil murah ramah lingkungan (LCGC) sebesar 38,3 persen, menjadi 228.800 unit, diikuti SUV naik 23,7 persen, dan MPV meningkat 10,3 persen. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA