Persoalannya adalah mereka yang bertugas menggantikan operator RTGC Pelindo II merupakan pekerja yang tidak bersertifikasi, sehingga keprofesionalan mereka diragukan.
Aktivis Gerakan Mahasiswa Anti Manipulasi (Geram) BUMN, Andianto, mengatakan, pekerjaan bongkar muat harus dijalankan oleh pekerja profesional karena mengoperasikan RTGC mempunyai risiko kerja tinggi. Dengan alasan apapun, jika tak memenuhi syarat, manajemen harus menolak paksaan meskipun itu berasal dari SP JICT.
"Hal ini sudah keterlaluan dan tak bisa ditolerir, pihak manajemen harus mengusut tuntas kecelakaan tersebut dan memberi sanksi tegas, bila perlu pemecatan agar tidak terulang lagi kemudian hari," tegas Andianto dalam siaran pers yang diterima redaksi, Rabu (18/1).
Menurut dia, JICT merupakan perusahaan internasional yang semua pekerjanya mesti memiliki kompetensi mumpuni. Dia menyesalkan insiden pengusiran operator pegawai Pelindo II tersebut. Menurutnya, apa yang dilakukan oleh SP JICT adalah tindakan yang sangat keliru.
"Itu tindakan keliru. Pelindo II pemegang saham di JICT, jadi sah-sah saja menempatkan (aset) pekerjanya di sana" sesalnya.
Informasi terakhir yang didapatkannya menyebutkan bahwa kembali terjadi insiden komponen alat berat RTGC yang jatuh pada Selasa siang (17/1). Hingga saat ini pihak terkait masih mencari penyebabnya.
Desember 2016 lalu, telah terjadi insiden pengusiran pegawai Pelindo II yang menjadi operator RTGC di JICT oleh SP JICT. Akibatnya, JICT mengganti operator dengan pekerja outsourcing dari perusahaan bentukan Koperasi karyawan JICT, PT Empco. JICT sendiri adalah perusahaan patungan antara Pelindo II dan Hutchison Ports Indonesia (HPI).
[ald]
BERITA TERKAIT: