Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang rendah di semester dua tahun 2016, membuat beberapa bisnis ritel semakin kesulitan dan terancam gulung tikar.
"Kami para pelaku usaha, yang benar-benar menjalani setiap hari, day by day. Kita tahu apa yang terjadi. Bisnis ritel mengalami kelesuan," kata Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah di Fairmont Hotel, Jakarta, Selasa (17/1).
Budihardjo menegaskan, bantuan pemerintah di tengah kondisi industri yang benar-benar terpuruk sangat dibutuhkan.
Terlebih, industri ritel merupakan salah satu penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena sumber konsumsi publik sehari-hari.
Budihardjo menekankan, pengusaha ritel selalu patuh menjalankan kewajiban yang dibebankan pemerintah, seperti menaikkan UMP sektoral.
"Kita memenuhi kewajiban itu, UMP sektoral yang sebenarnya memberatkan kita. Kita punya 3 juta SDM yang bekerja d ibawah Hippindo," bebernya.
Ia kuatir akan terjadi penutupan toko yang berujung pemutusan hubungan kerja (PHK) jika sektor ritel tidak berkembang seperti terjadi tahun lalu.
"Hippindo ingin duduk bersama pemerintah, mendengarkan kondisi di lapangan," pintanya.
Ia menambahkan, persoalan utama yang dihadapi para pengusaha ritel adalah tingginya biaya layanan (
service charge) sebagai penyewa.
Banyak pusat perbelanjaan yang menaikkan
service charge terlalu besar.
"Sembari menunggu angin ekonomi membaik lagi, kami berharap diberikan nafas, jangan ditambahi beban biaya
service charge. Bila memang perlu dinaikkan ya maksimal lima persen, itu pun sudah berat," keluh Budihardjo.
Namun yang pasti saat ini pebisnis ritel Indonesia tengah berjuang keras mempertahankan usaha mereka.
"Tiap hari PR kita bagaimana kita mempertahankan usaha, nggak tutup aja sudah bagus banget, nggak mikirin tumbuh dulu," demikian Budihardjo.
[wid]
BERITA TERKAIT: