Alasan pemutusan hubungan itu adalah riset yang dibuat bank asal Amerika Serikat (AS) tersebut dianggap mengganggu stabilitas sistem keuangan nasional. Padahal, di sisi lain, riset tersebut dapat dijadikan sebagai early warning bagi pemerintah dalam mengantisipasi gejolak pasar keuangan di tahun 2017.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Marwan Cik Asan, dalam keterangan pers, menjelaskan, riset yang dilakukan oleh JP Morgan tanggal 13 November 2016 tentang kondisi pasar keuangan di Indonesia pasca terpilihnya Donald trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) menyebutkan imbal hasil surat utang tenor 10 tahun naik dari 1,85 persen menjadi 2,15 persen. Kenaikan tingkat imbal hasil dan gejolak pasar obligasi ini mendongkrak risiko premium di pasar negara-negara yang pasarnya berkembang (emerging market). Hal ini memicu kenaikan Credit Default Swaps (CDS) Brasil dan Indonesia, sehingga berpotensi mendorong arus dana keluar dari negara-negara tersebut.
Bersandarkan kepada riset tersebut, JP Morgan merekomendasikan pengaturan ulang alokasi portofolio para investor. Sebab, JP Morgan memangkas dua level rekomendasi Indonesia dari "overweight" menjadi "underweight". Brasil turun satu peringkat dari overweight menjadi netral. Begitu juga Turki, dari netral ke underweight akibat adanya gejolak politik yang cukup serius. Malaysia dan Rusia bahkan dinaikkan peringkatnya menjadi overweight. Afrika Selatan tetap dalam posisi netral.
Soal hasil riset JP Morgan, Marwan berpendapat, hasil riset tersebut merupakan rekomendasi yang ditujukan kepada para investor mengenai kondisi pasar keuangan di Indonesia setelah Donald trump terpilih.
"Semestinya hasil riset tersebut dapat dijadikan sebagai early warning bagi pemerintah dalam mengantisipasi gejolak pasar keuangan tahun 2017. Pemerintah harus dapat menjelaskan secara terbuka kepada publik atas hasil riset dan penilaian yang dilakukan JP Morgan, untuk menghindari terjadinya disinformasi publik atas keputusan pemerintah," kata dia.
Perlu diingat bahwa pemutusan kerjasama dengan JP Morgan tertuang dalam Surat Menteri Keuangan Nomor S-1006/MK.08/2016 yang ditandatangani Sri Mulyani Indrawati pada 17 November 2016. Kementerian Keuangan menilai analisis JP Morgan yang menurunkan rating Indonesia dari overweight ke underweight (penurunan dua tingkat) berpotensi menggangu stabilitas keuangan nasional.
Namun, anehnya, surat itu atau perihal pemutusan hubungan itu baru terbuka ke publik pada 2 Januari 2017.
Kembali ke Marwan, ia menilai sikap reaktif pemerintah memutus hubungan dengan JP Morgan dapat memicu reaksi negatif dari para investor yang saat ini sedang dan akan masuk ke Indonesia.
"Untuk itu tetap diperlukan penjelasan yang lengkap dari pemerintah Indonesia terkait hal ini, juga rencana aksi nyata pemerintah untuk tetap menyakinkan investor," kata Marwan.
Terakhir, Marwan mewakili Fraksi Partai Demokrat juga meminta JP Morgan sebagai lembaga keuangan internasional untuk mengedepankan prinsip profesionallisme, akuntabilitas, bertanggung jawab, serta terbuka menjelaskan kepada pemerintah dan publik terkait metodelogi dan indikator yang digunakan, sehingga berujung pada rekomendasi penurunan level investasi dari "overweight" menjadi "underweight".
[ald]
BERITA TERKAIT: