Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) AsÂnawi mengatakan, keinginan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita tersebut bakal sulit terealisasi. AlasanÂnya, perdagangan sapi antar kedua negara menyangkut banÂyak pihak. Tidak hanya di tangan pemerintahnya.
Karena itu, penurunan harga sapi juga tidak bisa langsung menurunkan harga daging. Apalagi, penjualan daging di dalam negeri rantai distribusinya panjang. Belum lagi, masalah infrastrukturnya. Menurutnya, penurunan harga sapi impor juga harus dibarengi dengan perbaiÂkan distribusi.
"Ini semacam angin segar, tapi itu baru sebatas pembicaraan. Tapi apakah peternaknya setuju menurunkan harga sapinya. Kan yang punya sapi peternak, bukan pemerintah," katanya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Apalagi, saat ini, peternak Negeri Kanguru itu sedang melakukan penambahan stok populasi sapinya karena jumlah sapi mereka dalam beberapa tahun terakhir terus merosot. Dengan pasokan yang terbatas itu, kata dia, akan sulit bagi peternak di sana menurunkan harga sapinya.
"Yang ada malah justru sebaÂliknya. Harga justru bisa naik. Karena permintaan tinggi, pasoÂkannya minim," paparnya.
Hal senada dikatakan DirekÂtur Eksekutif Gabungan Pelaku Usaha Peternakan Sapi Potong Indonesia (Gapuspindo) Joni Liano. Menurut dia, peternak Australia sedang melakukan peÂnambahan populasi sapi. Karena itu, mereka tidak akan banyak melakukan ekspor sapinya.
Menurut dia, kebijakan peÂnambahan stok ini juga yang membuat perusahaan penggemuÂkan sapi (
feedloter) kesulitan meÂmenuhi syarat mengimpor sapi indukan. Selain pasokannya yang sedikit, harga sapi betinanya pun mengalami lonjakan. "Kenapa bisa mahal, karena mereka tahan yang indukan," kata Joni.
Kendati begitu, dia menÂgapresiasi langkah Mendag Enggartiasto Lukita yang melobi pemerintah Australia untuk menurunkan harga sapi bakalan 1 dolar Australia per kg. Jika kebijakan itu bisa terealisasi, harga daging sapi yang dijual perusahaan penggemukan sapi akan turun.
Joni menjelaskan, saat ini harga pasaran untuk sapi bakalan hidup dari Negeri Kanguru sebeÂsar sekitar 3,5 dolar Australia per kg atau sekitar Rp 46.563 per kg. Jika harganya bisa turun 1 dolar AS per kg, maka harga sapi bakalan hidup bisa turun menjadi 2,75 dolar Australia atau Rp 36.588 per kg.
Sebenarnya, kata dia, harga daging bisa turun lagi jika peÂmerintah menghapus sistem periode per kuartal dalam peneÂtapan kuota impor. Hal ini memÂbuat perusahaan penggemukan sapi memiliki waktu yang lebih fleksibel dalam melakukan imÂpor sapi.
"Ini bisa memberikan kepasÂtian impor, tentu juga berikan dampak pada harga, jadi beban biaya yang nggak perlu, nggak dibebankan lagi," tambahnya.
Sebelumnya, Menteri PerÂdagangan Enggartiato Lukita mengatakan, harga sapi bakalan impor asal Australia akan turun sekitar 1 dolar Australia per kg. Rencana penurunan itu tengah dibahas dengan pemerintah Australia.
"Yang dari bakalan, kini daÂlam proses negosiasi. Mudah-mudahan bisa membantu untuk mendapatkan penurunan harga sapi bakalan paling tidak 1 dolar Australia per kg. Itu proses yang kemarin pembicaraan kami dengan Menteri Perdagangan Australia," katanya.
Politisi Partai Nasdem ini mengatakan, negosiasi dilakukan beberapa kali dengan Menteri Perdagangan Australia. Proses negosiasi itu dilakukan lewat telepon maupun tatap muka. Diharapkan lewat negosiasi ini harga sapi bakalan impor dari Autralia bisa turun 1 dolar AusÂtralia per kg bobot hidup.
"Saya paling sering lakukan komunikasi, tiga kali telpon, dan lima kali secara resmi. Dan, itu nego-nego yang berbagai kebiÂjakan tarik ulur yang AlhamÂdulillah dan Insya Allah dapat turun 1 dolar Australia per kg," tambahnya.
Langlah ini, merupakan salah satu upaya menurunkan harga rata-rata daging sapi per kg. Pemerintah juga bisa memastiÂkan batas kewajaran jika terjadi kenaikan harga. "Kita lagi buat dulu skemanya. Ada beberapa langkah yang kami akan lakukan, yang saya belum bisa sampaikan di sini," tukas Enggar. ***
BERITA TERKAIT: