Ketua Umum Perhimpunan Industri Kecil dan menengah Komponen Otomotif (PIKKO) Rosalina Faried mengatakan, keberatan dengan peraturan penÂgupahan yang berlaku sekarang.
"Kita sangat keberatan, karÂena IKM otomotif diperlakukan sama dengan industri besar. Yang berbeda cuma IKM tekÂstil," kata Rosa kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut dia, peraturan penÂgupahan yang ada saat ini sudah dirasa memberatkan semua pelaku IKM. Sebab, rumusan upahnya tidak sesuai dengan pemasukan yang didapat perseÂroan. Lebih besar pasak daripada tiang.
"Perusahaan besar nggak masalah dengan rumusan upah buruh karena memang pemasuÂkan dan bisnisnya besar. Lah, kita yang IKM, bisnisnya kecil," katanya.
Dengan pemberlakukan upah buruh sesuai dengan industri besar, beban IKM semakin besar. Hal ini berdampak daya saing produk IKM. Pelaku IKM kini juga semakin ketakutan tidak mampu bertahan jika upah minimum semua industri di seluruh negara Asia Pasific diberlakukan.
"Sudah banyak IKM yang mati suri jangan malah ditambah bebannya nanti makin banyak yang berhenti. Sedih saya meliÂhatnya," tuturnya.
Rosalina juga khawatir, jika ada pelaku IKM yang tidak memÂbayar upah sesuai aturan akan tersandung kasus atau hukum. "IKM otomotif sudah pada pasÂrah sama sanksi, ya gimana habis pada nggak mampu," cetusnya.
Karena itu, dia meminta, peÂmerintah untuk lebih perhatian kepada sektor IKM karena memÂberikan kontribusi besar dengan menyerap banyak tenaga kerja. Salah satunya adalah dengan memberikan aturan khusus upah bagi pekerja IKM. "Jika ingin membuat kebijakan baru, IKM bisa lebih diperhatikan, artinya ada kebijakan yang khusus janÂgan disama ratakan," tegasnya.
Ketua Bidang Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Nina Tursinah juga menegasÂkan, kepada pemerintah untuk jeli dalam melahirkan regulasi. "Kami ini kan sektor kecil dan menengah pemerintah paham bagaimana mengatur sektor yang mayoritas merupakan paÂdat karya yang banyak menyerap tenaga kerja," cetus Nina.
Jika aturan tentang pengupaÂhan antara industri besar dengan UKM dan IKM masih disamakan maka permasalahan pengupahan tidak akan selesai. Mestinya dibuat standar tersendiri bagi IKM. "Aturan pemerintah berÂlaku menyeluruh, maka pelaku usaha mikro kecil dan menengah mau tak mau harus ikut menerÂapkan," kata Nina.
Apindo, kata dia, tegas menoÂlak undang-undang yang tidak mendukung perkembangan iklim berusaha di Indonesia. Pemerintah mesti mampu memÂberikan aturan tentang upah layak yang diterima pegawai IKM dengan pertimbangan tidak merugikan pelaku usaha.
Beri KepastianSementara itu, Wakil Ketua Umum Gabungan Industri ManÂufaktur Lampu Terpadu IndoÂnesia (Gamatrindo) Adi Wijaya mengatakan, pemberlakukan Peraturan Pemerintah No 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan memberikan kepastian bagi penÂgusaha dalam menentukan upah buruh. "Kita jadi punya hitunÂgan setiap tahunnya mengenai upah. Karena kenaikan sudah dirumuskan," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut dia, selama ini penÂgusaha dibantu besaran kenaiÂkan upah buruh setiap tahunnya. Sebab, sebelum berlakunya PP ini, kenaikan tidak bisa diprediksi. Sehingga, pengusaha sulit menentukan belanja modal tahun depannya.
Untuk diketahui, dalam PP ini kenaikan upah buruh besaranÂnya ditentukan dengan data inÂflasi dan pertumbuhan ekonomi. "Hitungan kenaikan upah pakai Peraturan Pemerintah masih wajar," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla melakukan perÂtemuan dengan
International Labor Organization (ILO). PerÂtemuan itu membahas standariÂsasi upah minimum di negara-negara Asia Pasifik. Dengan adanya standar tersebut, kata JK, bisa meningkatkan daya saing industri dan pekerja. Tak hanya itu, formula yang seragam itu bisa memberi kepastian pada dunia investasi.
"Oleh karena itu apa yang kita agendakan ini harapannya bisa mendapatkan keputusan bersama, antara pengusaha, pemerintah dan pekerja menÂgenai kesamaan itu. Tentu tetap memperhatikan karakterisitik negara masing-masing," tukas JK. ***
BERITA TERKAIT: