Jelang Natal & Tahun Baru Harga Sembako Mulai Naik

Pedagang Cuekin Kebijakan Mendag

Selasa, 06 Desember 2016, 09:10 WIB
Jelang Natal & Tahun Baru Harga Sembako Mulai Naik
Foto/Net
rmol news logo Menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru, harga pangan mulai merangkak naik. Para pedagang mengkritik skema harga acuan pangan yang ditetapkan pemerintah. Kebijakan tersebut dinilai tak sesuai dengan perkembangan di pasar sehingga merugikan mereka.
 
Sama seperti menjelang bulan suci Ramadan, harga pangan juga melonjak pada akhir tahun. Sejumlah harga kebutuhan pokok terpantau mulai bergeliat.

"Sudah ada yang merangkak naik beberapa hari belakangan ini seperti cabe, daging, te­lur, dan sayur-mayur," ungkap Ketua Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) Abdullah Mansuri kepada wartawan di Jakarta, kemarin.

Dia menyebutkan, harga telur naik dari Rp 20.000 menjadi 22.000 per kilogram (kg). Bawang putih naik dari Rp 40.000 menjadi 41.000 per kg. Dan, daging sapi naik dari Rp 122.000 menjadi Rp 124.000 per kg.

"Kenaikan tajam biasa ter­jadi pada pertengahan Desember karena permintaan mulai tinggi," kata Mansuri.

Dia mengkritik harga acuan pangan yang ditetapkan pemerintah. Menurutnya, selama ini harga acuan nggak jalan di lapangan. Dia menyarankan, pe­merintah mengubah cara peneta­pan skema harga acuan bila ingin kebijakan tersebut berjalan. Antara lain dengan melibatkan petani dan pedagang di dalam melakukan pembahasannya.

"Kami merasa harga acuan bentuk intervensi pemerintah saja, tetapi tidak memiliki dasar pertimbangan yang kuat," kri­tiknya.

Seperti diketahui, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah me­netapkan harga acuan pangan melalui Permendag Nomor 63/M-DAG/PER/09/2016 ten­tang Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Harga yang diatur, yakni beras, jagung, kedelai, gula, bawang merah, cabe, dan daging sapi.

Pada pelaksanaannya di lapangan, skema itu tidak sepenuhnya efektif. Misalnya harga jual cabe merah ditetapkan Rp 28.500 per kg dan bawang merah berkisar Rp 15.000 hingga Rp 22.500 per kg.

Berdasarkan data Kemendag, kemarin, harga cabe merah besar lebih tinggi 64,81 persen dibandingkan harga acuan, yakni Rp 46.971 per kg. Harga cabe rawit merah juga lebih tinggi 51,32 persen dari harga acuan, yakni Rp 43.884 per kg dengan peningkatan per tahun 45,4 persen. Dan, harga bawang merah 28,47 persen di atas harga acuan. Saat ini harganya mencapai Rp 41.110 per kg, atau naik 59,28 per tahunnya.

Belum lama ini, pemerintah melakukan evaluasi mengenai harga acuan. Pemerintah me­mutuskan mengeluarkan cabe dari komoditas yang harganya diatur pemerintah. Alasannya, pasokan cabe kerap mengalami fluktuasi yang tajam, terutama pada musim hujan. Pemerintah juga akan mengeluarkan harga acuan terbaru untuk menye­suaikan perkembangan harga di pasar.

Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Indonesia (APPI) Ngadiran menolak mengikuti harga acuan pangan yang ditetapkan pemerintah. Menurut Ngadiran, harga acuan tidak sesuai dengan kon­disi di pasar.

"Kami (pedagang) belanja ke induk dengan harga yang mahal. Terus gimana caranya kita mau menjual ke konsumen dengan harga murah?" ketusnya.

Ngadiran mengatakan, pada musim hujan seperti sekarang harga mengalami fluktuasi karena kualitas panen menu­run, dan barang di pasaran sulit ditemukan. Dia pun bertanya-tanya, apakah pemerintah me­nyadari kondisi tersebut.

Blusukan Ke Pasar

Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulai­man, dan Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita, kemarin mengecek harga pangan di Pasar Induk Pasir Hayam di Cianjur, Jawa Barat. Selain itu, ketiga menteri tersebut melun­curkan integrasi Sistem Resi Gudang (SRG) dan pasar lelang komoditas dengan tujuan meningkatkan akses pasar.

Menko Darmin mengatakan, persoalan harga pangan bukan semata-mata dipengaruhi faktor produksi. Tetapi sangat dipengaruhi juga oleh faktor distribusi. Komoditas pangan tidak semua dapat tahan lama untuk disimpan, sehingga ketika bukan musim produksi akan terjadi kelangkaan stok dan akhirnya menyebabkan harga naik.

"Contohnya cabe tidak sama dengan bawang merah. Cabe tidak tahan lama atau cepat busuk. Akibatnya, cepat terjadi kekurangan stok di pasar se­hingga harga naik. Sementara bawang merah bisa tahan lama disimpan di gudang pendingin, sehingga stok dan harganya bisa normal lama," terang Darmin.

Oleh karena itu, lanjut Darmin, langkah yang dilakukan untuk menjaga stok terus tersedia di saat bukan musim panen dan harga stabil adalah dengan melakukan perbaikan sistem logistik pangan. Langkah yang dilakukan dengan membangun gudang pendingin dengan jumlah yang memadai, penye­diaan mesin pengeringan (dryer) agar nilai jual komoditas pangan yang dihasilkan petani tinggi dan memperbanyak pembangunan pasar pengepul.  ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA