"Jika akuisisi tersebut jadi terlaksana, bakal menjadi langkah mundur dari industry Geothermal kita yang mana dampaknya akan bersifat negatif dan merugikan masyarakat," tegas Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan.
Mamit mengatakan, PLN sebagai BUMN yang diberikan mandat dalam menyalurkan listrik ke masyarakat seharusnya lebih berfokus kepada penugasan tersebut.
"Sama seperti halnya PGE, yang merupakan perusahaan yang bertugas mencari sumber panas bumi yang selalu focus akan hal tersebut," ujarnya.
Jika PLN turun langsung dan bermain dengan panas bumi, kata Mamit, maka yang terjadi adalah stagnansi dalam pengembangan panas bumi di Indonesia. PLN melalui anak perusahaannya saat ini saja yang mengelola panas bumi di Wilayah Kerja (WK) Ulumbu dan Mataloka di Propinsi Nusa Tenggara Barat (NTT) tidak berjalan secara maksimal dan cendrung berhenti di tengah jalan. Belum lagi kinerja PLN di WK Tulehu yang gagal dalam kegiatan pemboran sumur eksplorasi.
"Apa jadinya jika PLN mengakuisi PGE yang tengah masif dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi panas bumi maka akan terganggu juga kinerja mereka," ujarnya.
Saat ini, papar Mamit, kinerja PGE sampai dengan Agustus 2016 mencapai 490 MW di mana akan terus bertambah setiap tahun sampai dengan tahun 2025.
PGE juga, masih menurut Mamit, merupakan perusahaan dari sisi manajerial dan keuangan dalam katagori sehat. Komitmen mereka dalam mengembangan energi panas bumi bisa dikatakan sangat maksimal.
"Jadi secara financial, PGE merupakan perusahaan yang sangat kuat. Bandingkan dengan neraca keuangan PLN yang buruk," ujar Mamit.
[wid]
BERITA TERKAIT: