KPPU Panggil Indosat & XL

Mau Korek Dugaan Kartel Perusahaan Patungan

Rabu, 12 Oktober 2016, 08:00 WIB
KPPU Panggil Indosat & XL
Foto/Net
rmol news logo KPPU berencana memanggil operator PT XL Axiata Tbk dan PT Indosat Ooredoo Tbk. Pemanggilan ini untuk menyelidiki asal muasal pembentukan perusahaan patungan (joint venture) PT One Indonesia Synergy oleh kedua perusahaan tersebut karena berpotensi menimbulkan kartel.

Ketua Komisi Pengawas Per­saingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan, surat pemang­gilan KPPU kepada dua op­erator sudah dikirimkan dan akan dilakukan pertemuan dalam waktu dekat. Pemanggilan ini, menurutnya, karena ada tiga indikasi yang mengarah ke kartel dan menyalahi Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dengan dibuatnya perusahaan patungan tersebut.

"Kami akan memanggil In­dosat dan XL karena ada tiga indikasi dugaan kuat yang men­garah kartel. Yakni price fixing, market allocation, dan output restriction," ujarnya, kemarin.

Dijelaskan Syarkawi, price fixing yang dimaksud adalah In­dosat dan XL bisa berkoordinasi menetapkan harga. Sementara market allocation, keduanya bisa menetapkan pembagian wilayah pemasaran. Sedangkan output restriction, keduanya bisa meng­atur pasokan bersama-sama.

Dia tidak menginginkan re­visi Peraturan Pemerintah (PP) No. 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomu­nikasi serta revisi PP No.53 Tahun 2000 tentang Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio dan Orbit Satelit, dijadikan rujukan pelaku usaha untuk menginisiasi persaingan usaha tidak sehat.

Syarkawi mengaku, membu­tuhkan waktu untuk mendalami perilaku kartel yang dilakukan oleh pelaku usaha. KPPU perlu menyelami mengenai tujuan pembentukan perusahaan pa­tungan, pola kerja sama hingga tujuan pelaporan.

"Tujuan kami memanggil Indosat dan XL adalah untuk meminta keterangan langsung terkait strategi usaha patungan mereka," tukasnya.

General Manager Corporate Communication XL Ayu Tri­wahyuningsih mengatakan, pe­rusahaan yang baru dibentuknya itu bukan untuk menjalankan bisnis bersama. Sejauh ini antara XL dan Indosat masih berjalan masing-masing sehingga tudu­han kartel adalah keliru.

"Karena kalau dikroscek lebih dalam perusahaan gabungan yang kami bentuk ini dibuat untuk melakukan konsultasi saja yang secara bisnis kita berjalan masing-masing," ujar Ayu kepada Rakyat Merdeka, kemarin.

Dia menilai, kartel hanya bisa diberikan kepada perusahaan yang menguasai pasar dengan cara melakukan kerjasama bisnis dan berjalan bareng. Ayu meli­hat hal yang memicu munculnya tudingan miring itu karena ben­tuk kerja sama saat ini dikaitkan dengan pasal 12 UU No.5 Tahun 1999 yang menyatakan, pelaku usaha dilarang melakukan per­janjian untuk melakukan kerja sama guna menguasai pasar atau memonopoli.

"Nah iya dari situ yang mung­kin membuat publik berasumsi ke arah kartel, jadinya orang curiga sama kita," tuturnya

Ayu mengakui pihak XL su­dah mendapat surat dari KPPU. Tapi kelanjutannya masih belum ada sehingga XL belum be­rani bicara lebih dalam dengan adanya isu kartel tersebut. "Kita sudah terima surat panggilan tapi belum tau persis karena kita belum melakukan pertemuan dengan KPPU," katanya.

Jangan Rugikan Konsumen

Sekjen Forum Indonesia untuk Transparansi (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan, sebelum menerapkan aturan berbagi jarin­gan (network sharing) pemerintah harus memperhatikan beberapa hal. "Yang pertama adalah men­genai perhitungan penurunan kinerja bisnis dari revisi biaya interkoneksi itu sendiri," ujarnya.

Kedua yang juga harus diper­hitungkan adalah penurunan pendapatan interkoneksi. Da­lam pandangan FITRA, hal ini justru malah tidak dijadikan dasar dalam perubahan biaya interkoneksi ini. "Lalu yang terakhir dampak tarif pungut kepada masyarakat," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Ekse­kutif Center for Indonesia Taxa­tion Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, pemer­intah harus mengawasi kebi­jakan network sharing sehingga tidak terjadi kerugian baik bagi masyarakat maupun industri telekomunikasi.

Dia menilai, kebijakan tersebut bisa mengakibatkan efek berganda, yaitu turunnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). "Ini akan menimbulkan free rider dan malas memban­gun, kompetisi jadinya tidak sehat," jelasnya.

Kompetisi yang tidak sehat dan tidak fair akan memacu perang harga sehingga menu­runkan penjualan dan laba bersih yang berdampak pada turun­nya penerimaan pajak. Jika revisi peraturan ini tetap akan disahkan, dia akan merekomen­dasikan agar network sharing dilakukan di daerah yang tidak menguntungkan dan harus ada insentif untuk operator yang membangun. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA