"Jangan sampai, pemerintah tersandera utang asing," ujar pengamat ekonomi energi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng di Jakarta, kemarin.
Salamuddin menjabarkan, total utang pemerintah pusat hingga Agustus 2015 tercatat mencapai Rp 3.005,51 triliun. Angka ini melonjak sampai dengan Rp 94,1 triliun dibandingkan posisi bulan sebelumnya, yaitu Rp 2.911,41 triliun.
Sementara untuk BUMN seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pada 2017 mendatang berencana menerbitkan surat utang luar negeri atau global bond hingga 2 miliar dolar AS setara dengan Rp 26,1 triliun (kurs Rp.13.059 per dolar AS). Pembiayaan tersebut akan dipergunakan untuk mendanai proyek-proyek yang akan dikerjakan.
Rencana akuisisi terhadap PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), dicurigai menjadi alat bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Persero dalam menumpuk utang baru dalam rangka menambal utang-utang lama. Dengan mengakuisisi PGE, menurut Salamuddin, maka aset PLN akan turut membengkak sehingga mempermudah lembaga pemberi pinjaman dalam mengucurkan utangannya.
"Itu sebabnya, rencana akuisisi terhadap PGE harus ditolak," tegas dia.
Sinyalamen bahwa PLN membentuk aset demi kepentingan utang, menurut Salamuddin memang sangat kuat. Hal itu bisa dilihat, dari perkembangan aset PLN dalam setahun terakhir. Jika pada 2014 aset PLN adalah Rp 539 triliun, maka pada 2015, aset tersebut tiba-tiba meningkat menjadi Rp1.227 triliun.
"Revaluasi aset tersebut sangat tidak masuk akal dan dilakukan secara tidak transparan. Dari mana mereka bentuk aset sebanyak itu?" kata Salamuddin.
Salamuddin mengatakan, selama ini PLN dijadikan alat pemerintah yang berkuasa untuk bagi-bagi proyek dalam jumlah yang luar biasa besar, baik kepada para oligarki di sekitar kekuasaan maupun kepada pihak asing.
"Jadi rencana akuisisi PGE sama sekali tidak terkait harga dan sama sekali bukan untuk kepentingan rakyat," lanjutnya.
Menurut Salamuddin, pemerintah memang menjadikan PLN sebagai alat untuk menumpuk utang. Bahkan menurut Ficth Rating, lembaga pemeringkat kredit internasional, utang PLN sangat buruk dan sangat mengkhawatirkan.
"Pada akhir 2015, utang jatuh tempo PLN mencapai Rp 24 triliun dengan bunga utang sebanyak Rp 21 triliun. Padahal, kas PLN hanya Rp 23 triliun," beber Salamuddin.
Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir dalam sebuah kesempatan di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengatakan, penerbitan global bond akan dilakukan pada awal tahun 2017 mendatang, demi mempercepat proses lelang proyek. "Agar persiapan (proyek) bisa lebih matang," ujar Sofyan
.[wid]
BERITA TERKAIT: