Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menÂcatat, selama kurun waktu 2007 sampai 2016, sebanyak 3.915 pabrik rokok telah dituÂtup pemerintah. Dia memasÂtikan penutupan dilakukan setelah pemerintah melakukan pengawasan administrasi dan fisik di lapangan.
"Pada 2007 jumlah pabrik rokok ada 4.669, tahun ini jumlahnya tinggal 754 pabrik. Itu karena kami cukup ketat dalam memberikan izin pendiÂrian pabrik rokok dan banyak melakukan penutupan pabrik-pabrik yang tidak patuh," kata Heru di Jakarta kemarin.
Mengacu data tersebut, lanÂjut Heru, dapat disimpulkan jumlah pabrik rokok menyusut 83,85 persen dalam kurun waktu 9 tahun.
Heru menegaskan, menyusutnya jumlah pabrik rokok tidak membuat pemerintah lembek. Pihaknya akan tetap bersikap tegas terhadap pabrik yang diketahui melanggar Undang-Undang (UU) daÂlam menjalankan kegiatan bisnisnya. Karena, untuk apa membiarkan pabrik rokok tetap beroperasi tetapi tidak memberikan kontribusi untuk negara.
"Upaya penertiban akan terus dilakukan dalam rangka meningkatkan kepatuhan dan menekan peredaran rokok ilegal. Hal ini sejalan dengan salah satu tujuan pengenaan cukai yaitu pengawasan pereÂdaran rokok," ujarnya.
Ketua Gabungan PerserikaÂtan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengapresiasi pengawasan dan penindakan yang dijalankan DJBC terkait industri rokok.
"Kalau memang ilegal, kami mendukung upaya yang diÂlakukan pemerintah itu," tegas Ismanu.
Seperti diketahui, pada awal bulan September, Bea Cukai menggerebek pabrik rokok ilegal di Pasuruan, Jawa Timur.
Pabrik itu beroperasi secara diam-diam karena kegiatan produksi hanya dilakukan pada malam hari. Dalam kasus ini, petugas Bea Cukai memÂperoleh barang bukti berupa 197.600 batang rokok berbagai merek, dan 19 karung temÂbakau iris dengan berat total 337 kilo gram. ***
BERITA TERKAIT: