Menkeu Pede RI Nggak Kena Krisis

Kondisi Perbankan Sehat

Jumat, 23 September 2016, 09:14 WIB
Menkeu Pede RI Nggak Kena Krisis
Sri Mulyani/Net
rmol news logo Kendati ekonomi global dan harga komoditas anjlok, Menteri Keuangan Sri Mulyani pede alias percaya diri ji­ka Indonesia tidak akan terkena krisis ekonomi lagi. Alasannya, kondisi perbankan nasional dalam kondisi sehat. Selain itu, pemerintah sudah banyak mengeluarkan paket kebijakan untuk merangsang investasi masuk ke dalam negeri.

"Krisis 1998, Indonesia menderita karena sektor perbankan hancur. Jatuhnya bank-bank tersebut jadi yang terparah sepanjang sejarah. Bailout 70 persen dari Produk Do­mestik Bruto (PDB). Biaya untuk memperbaiki tertinggi di dunia," katanya dalam acara seminar tahunan Lembaga Pen­jamin Simpanan (LPS) bertema "Challenges to Global Econo­my" di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, di era kepemimpinan Presiden Jokowi sudah banyak dilakukan refor­masi kebijakan dengan men­geluarkan 13 paket kebijakan ekonomi. Bahkan, selama di Bank Dunia, dirinya belum pernah melihat ada negara yang melakukan reformasi ke­bijakan sebanyak Indonesia.

"Saya tak melihat negara lain yang melakukan peruba­han yang ambisius seperti Indonesia," ujarnya.

Dia berharap, paket kebi­jakan yang sudah di keluarkan pemerintah bisa mendorong lebih banyak arus modal ke Indonesia. Apalagi, Indonesia memiliki keterbatasan finan­sial. "Pemerintah merespons untuk menarik lebih banyak modal dengan 13 paket kebi­jakan," tuturnya.

Menkeu mengakui, Indone­sia menjadi salah satu negara yang terkena imbas dari per­lambatan ekonomi global. Hal tersebut tercermin dari melemahnya permintaan ko­moditas yang selama ini men­jadi andalan pemerintah.

"Bukan hanya nasional, tapi global. Kawasan bergantung pada sumber daya alam per­tumbuhan ekonomi negatif," jelas Sri Mulyani.

Dia berharap, investasi peru­sahaan-perusahaan akan terus meningkat meskipun harga ko­moditas anjlok. "Namun kami juga berharap perbankan dan korporasi masih punya minat, terutama dengan masuknya dana-dana repatriasi dari tax amnesty," ucapnya.

Aset Naik


Sementara, Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alam­syah mengatakan, sejak 2005 hingga sekarang, LPS telah melakukan likuidasi terhadap 74 bank yang terdiri dari satu bank umum dan 73 Bank Per­kreditan Rakyat (BPR). Pada 2016, LPS juga telah melikui­dasi 5 BPR.

Adapun biaya likuidasi yang telah dikeluarkan mencapai Rp 900 miliar yang tediri dari Rp 820 miliar untuk reimburse klaim dan Rp 7 miliar untuk biaya operasi. "Rata-rata biaya recovery dari likuidasi bank saat ini mencapai 31,7 persen, ini mengindikasikan gagalnya sebuah bank itu adalah akibat fraud," katanya.

Menurut Halim, LPS telah membukukan aset sebesar Rp 72,1 triliun sejak berdiri pada 2005. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA