Nggak Usah Banyak Alasan, Google Harus Tetap Bayar Pajak

Senin, 19 September 2016, 10:07 WIB
Nggak Usah Banyak Alasan, Google Harus Tetap Bayar Pajak
Foto/Net
rmol news logo Dianggap sudah banyak mer­aup keuntungan dari Indonesia, Google Indonesia nggak usah lagi cari-cari alasan hindari pajak. Pemerintah harus tetap kejar pajak Google sampai ka­panpun.

Sikap Google tidak mau ba­yar pajak bukan hanya terjadi Indonesia saja. Di Negara lain, baik di Eropa maupun Amerika, Google juga berkelit untuk menunaikan kewajibannya membayar pajak.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo men­gatakan, pemerintah tidak perlu tertipu dengan alasan-alasan yang disampaikan Google. Menurutnya, perusahaan multi­nasional seperti Google memang sering memanfaatkan celah dalam aturan perpajakan.

"Ini fenomena global yang dilakukan perusahaan-perusa­haan multinasional memanfaat­kan celah aturan perpajakan. Sehingga bisa mendapatkan pajak murah, atau bahkan tak bayar pajak. Bahkan di Eropa ini jadi masalah serius," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, ke­marin.

Yustinus tidak menampik saat ini pemerintah dihadapi situasi yang dilematis. Google yang telah beroperasi di Indonesia dan meraup keuntungan yang besar, tapi perusahaannya bukan BUT (Badan Usaha Tetap).

Menurutnya, selama ini pe­rusahaan yang berpusat di Cal­ifornia, Amerika Serikat ini memanfaatkan celah bahwa BUT harus disertai fiskal (fixed business place). Karena memang Google dan perusahaan berbasis informasi teknologi (IT), seperti Facebook, Twitter, Yahoo hadir dalam bentuk virtual.

Karenanya, pemerintah perlu keberanian melakukan tero­bosan, meskipun ada peluang akan digugat ke pengadilan. Tapi sebagai negara hukum, Indonesia punya aturan main bagi siapa pun yang berbisnis di dalam negeri.

"Tetapkan saja Google sebagai BUT dengan dasar asas man­faat dan keadilan pajak, meski secara hukum lemah. Di UK saja, prinsipnya not illegal but immoral (tidak ilegal, tapi tak bermoral)," usulnya.

Wakil ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir me­minta agar pemerintah tetap menagih pajak Google. Menu­rutnya tidak adil jika Google hanya menikmati keuntungan di Indonesia, namun ogah bayar pajak.

Achmad mengatakan, pemer­intah tidak boleh tebang pilih menangani masalah pajak peru­sahaan multinasional. "Google itu koorporasi, jadi perlakuan­nya sama terhadap koorporasi lainnya. Seperti Chevron, bank asing, dan banyak lagi yang lain­nya," katanya.

Politisi PAN ini heran Google menolak dikategorikan BUT. Pa­dahal, pundi-pundi rupiah yang selama ini diraupnya berasal dari Indonesia. Sebab itu dia menyarankan agar pemerintah memberi sanksi tegas.

Seperti diketahui, Google dan isu pembayaran pajak kembali menjadi diskusi hangat di media massa jelang tutup pekan ini. Api dimulai dari kabar Google menolak investigasi terhadap pembayaran pajaknya di Indonesia walau telah mendirikan PT Google Indonesia. Selain menolak diperiksa, Google juga menolak ditetapkan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) atau badan yang seharusnya memba­yar pajak kepada negara.

Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan tetap melanjut­kan pemeriksaan pajak terhadap Google. "DJP akan mengguna­kan pasal yang ada, kan kita pu­nya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat, ada peradilan pajak," tutur Sri. ***

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA