Sikap Google tidak mau baÂyar pajak bukan hanya terjadi Indonesia saja. Di Negara lain, baik di Eropa maupun Amerika, Google juga berkelit untuk menunaikan kewajibannya membayar pajak.
Direktur Eksekutif
Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menÂgatakan, pemerintah tidak perlu tertipu dengan alasan-alasan yang disampaikan Google. Menurutnya, perusahaan multiÂnasional seperti Google memang sering memanfaatkan celah dalam aturan perpajakan.
"Ini fenomena global yang dilakukan perusahaan-perusaÂhaan multinasional memanfaatÂkan celah aturan perpajakan. Sehingga bisa mendapatkan pajak murah, atau bahkan tak bayar pajak. Bahkan di Eropa ini jadi masalah serius," ujarnya kepada
Rakyat Merdeka, keÂmarin.
Yustinus tidak menampik saat ini pemerintah dihadapi situasi yang dilematis. Google yang telah beroperasi di Indonesia dan meraup keuntungan yang besar, tapi perusahaannya bukan BUT (Badan Usaha Tetap).
Menurutnya, selama ini peÂrusahaan yang berpusat di CalÂifornia, Amerika Serikat ini memanfaatkan celah bahwa BUT harus disertai fiskal (
fixed business place). Karena memang Google dan perusahaan berbasis informasi teknologi (IT), seperti Facebook, Twitter, Yahoo hadir dalam bentuk virtual.
Karenanya, pemerintah perlu keberanian melakukan teroÂbosan, meskipun ada peluang akan digugat ke pengadilan. Tapi sebagai negara hukum, Indonesia punya aturan main bagi siapa pun yang berbisnis di dalam negeri.
"Tetapkan saja Google sebagai BUT dengan dasar asas manÂfaat dan keadilan pajak, meski secara hukum lemah. Di UK saja, prinsipnya not illegal but immoral (tidak ilegal, tapi tak bermoral)," usulnya.
Wakil ketua Komisi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir meÂminta agar pemerintah tetap menagih pajak Google. MenuÂrutnya tidak adil jika Google hanya menikmati keuntungan di Indonesia, namun ogah bayar pajak.
Achmad mengatakan, pemerÂintah tidak boleh tebang pilih menangani masalah pajak peruÂsahaan multinasional. "Google itu koorporasi, jadi perlakuanÂnya sama terhadap koorporasi lainnya. Seperti Chevron, bank asing, dan banyak lagi yang lainÂnya," katanya.
Politisi PAN ini heran Google menolak dikategorikan BUT. PaÂdahal, pundi-pundi rupiah yang selama ini diraupnya berasal dari Indonesia. Sebab itu dia menyarankan agar pemerintah memberi sanksi tegas.
Seperti diketahui, Google dan isu pembayaran pajak kembali menjadi diskusi hangat di media massa jelang tutup pekan ini. Api dimulai dari kabar Google menolak investigasi terhadap pembayaran pajaknya di Indonesia walau telah mendirikan PT Google Indonesia. Selain menolak diperiksa, Google juga menolak ditetapkan sebagai Badan Usaha Tetap (BUT) atau badan yang seharusnya membaÂyar pajak kepada negara.
Menanggapi itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan tetap melanjutÂkan pemeriksaan pajak terhadap Google. "DJP akan menggunaÂkan pasal yang ada, kan kita puÂnya wadah untuk mendiskusikan hal itu. Kalau sepakat atau tidak sepakat, ada peradilan pajak," tutur Sri. ***
BERITA TERKAIT: