Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Konstruksi dan Jasa Lain Kementerian BUMN Gatot Trihargo mengatakan, pembenÂtukan holding jasa keuangan akan memperkuat bank BUMN dan meningkatkan pelayanan BUMN jasa keuangan non bank. Kementerian BUMN menyiapÂkan PT Danareksa sebagai induk usaha di sektor ini.
"Danareksa akan membawahi beberapa bank pelat merah dan lembaga keuangan lainnya. Mudah-mudahan selesai sebeÂlum akhir 2016," kata Gatot di Jakarta, kemarin.
Empat bank yang akan terÂgabung di holding ini adalah BNI, BRI, BTN, dan Bank Mandiri. Serta lembaga non perbankÂan, Pegadaian dan Permodalan Nasional Madani (PNM).
"Kalau sudah berada dalam satu holding, perusahaan-perusahaan ini akan tumbuh luar biasa dan daya saingnya tinggi. Jadi
in terms of asset kami tidak ada masalah," ujarnya.
Menteri BUMN Rini Soemarno menambahkan, nantinya perusahaan kartu kredit nasional yang akan dibentuk bank-bank BUMN juga akan masuk ke dalam holding jasa keuangan.
"Holding prinsipal, akan ke holding perbankan. Mungkin BUMN lain di sisi keuangan menciptakan sinergi lebih besar antara bank BUMN dan keuangan seperti asuransi," jelas Rini.
Agenda TersembunyiAnggota Komisi XI DPR Heri Gunawan meminta semua pihak mengawal pembentukan holdÂing BUMN. Pasalnya, rencana pembentukan holding tujuanÂnya belum jelas dan kurang transparan.
"Jangan sampai ada agenÂda tersembunyi terkait pemÂbentukan holding ini. Selain harus berpihak kepada bangsa dan negara. juga diperlukan kajian yang komprehensif dan terintegrasi agar jangan sampai mengganggu profesionalitas, efektivitas dan efisiensi pengeloÂlaan BUMN," ujar Heri kepada
Rakyat Merdeka.Pemerintah, kata Heri, harusnya lebih fokus mengatasi masalah yang dihadapi BUMN, seperti aktivitas anak perusahaan.
"Kami melihat, anak usaha BUMN saat ini makin tidak terkontrol dan banyak bergerak di luar core business yang ada. BeÂlum lagi, banyak potensi kerugian yang terjadi akibat penghilangan aset karena lemahnya pengaÂwasan ke BUMN," beber Heri.
Karena itu, sebelum merealisasikan pembentukan holding, ia meminta agar Kementerian BUMN lebih dulu membuatkan studi kelayakan yang objektif dan dituangkan dalam cetak biru yang bisa menggambarkan arah dan tujuan serta penguatan fungsi BUMN sebagai agen pembangunan nasional.
"Sementara ini, kami belum melihat pemerintah punya studi dan cetak biru yang jelas dan objektif," sentilnya.
Heri juga me-warning pemerintah. Pasalnya, holding dinilai punya banyak dampak negatif seperti adanya potensi kerugian, adanya potensi penghilangan aset, potensi korupsi.
"Belum lagi, potensi munculnya tata kelola BUMN yang tidak profesional dan efisien karena dikelola secara beberapa bagian yang terpusat. Karena itu, harus ada perubahan mendasar dan konstitusional," tegasnya.
Pengamat Ekonomi Politik SalaÂmuddin Daeng mengatakan, tanpa adanya pengawasan yang ketat, kinerja holding akan sulit dipantau sehingga hasil yang diharapkan tidak akan maksimal.
"Saat ini, dengan porsi BUMN yang belum besar saja pengawasan masih minim. Dikhawatirkan saat jadi holding yang porsi bisnisnya besar, pengawasan tetap lemah, hasilnya tidak maksimal dan akhÂirnya malah merugi," kata Daeng.
Jika holding jasa keuangan terealisasi, lanjutnya, pemerintah harus memberi jaminan agar holding BUMN perbankan itu mampu menjadi pionir bagi reformasi sistem keuangan dan perbankan nasional. "Ini PR pemerintah dan harus dikawal semua pihak," tegasnya. ***
BERITA TERKAIT: