Demikian pendapat Sekjen Indonesia Telecommuncations Users Group (Idtug), M. Jumadi dalam rilis, Senin (29/8).
"Sudah lama tarif interkoneksi sebagai
barrier dalam penurunan tarif sehingga menjadikan persaingan antar operator tidak
fair play. Akibatnya harga ritel yang diterima pengguna menjadi mahal, sementara iklannya murah-murah terus, " kritiknya.
Akibat persaingan antar operator yang tidak sehat ini, harga ritel yang diterima pengguna menjadi mahal. Sementara iklannya terus murah.
"Pengguna hanya dibohongi Gimmick murah, padahal pulsa pengguna dihisap seperti lintah menghisap darah yang tidak terasa tahu-tahu habis pulsa tak berbekas, ditambah iming-imingan kuota yang katanya lebih padahal kosong," terangnya.
Semisal, kata dia, ada operator yang menawarkan beli perdana dapat 19 Giga Bite (GB) tapi pas dicek ternyata kosong. Ini contoh akibat dari tarif interkoneksi yang mahal. Operator mengakali pengguna untuk menutup biaya tersebut dengan berbagai cara.
"Dan juga tarif interkoneksi hitungan operator yang Rp 80an
yah perlu didukung dan dijadikan patokan. Kalau ada yang menghitung lebih dari itu patut dipertanyakan," tegasnya.
[wid]
BERITA TERKAIT: