"Aduh pusing saya kaÂlau ditanya soal itu. Kalau mengacu pada Undang-Undang Minerba, mereka itu seharusnya udah sejak lama nggak boleh ekspor (konsentrat). Tapi agar bisa ekspor pemerintah bikin Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 dengan alasan ada sejumlah syaratnya," kata Dito kepada
Rakyat Merdeka di akhir pekan.
Dito mengatakan, sebelum memberikan izin, pemerintah seharusnya mengevaluasi dahulu keseriusannya membangun smelter. Kalau pemerintah jujur, izin ekspor Freeport tidak pantas diperÂpanjang. Freeport belum memberikan uang jaminan sebesar 530 juta dolar AS seÂbagai tanda keseriusan membangun smelter. Selain itu juga, pembangunan smelter tidak mengalami progres seperti yang dijanjikan.
Melihat kondisi tersebut, Dito mengaku dirinya seÂmakin mantap untuk memÂperkuat program hilirisasi dalam revisi Undang-Undang Minerba. "Kami nggak akan berikan ruang kepada pemerintah untuk bisa memberikan izin ekspor konsentrat," cetusnya.
Seperti diketahui, KeÂmenterian ESDM memÂperpanjang kembali izin ekspor konsentrat Freeport untuk lima bulan ke depan setelah masa berlaku izinÂnya habis pada 8 Agustus 2016 lalu. Izin ekspor baru diberikan dengan volume ekspor 1,4 juta ton.
Koordinator Nasional Jaringan Advokasi TamÂbang (Jatam), Merah Johansyah Ismail mencatat pemÂberian izin ekspor konsenÂtrat tersebut yang kelima kalinya diberikan pemerinÂtah kepada Freeport.
"Kami menyesalkan pemerintah kembali memberiÂkan izin ekspor. Pemerintah hanya memikirkan masalah pemasukan untuk negara saja, namun mengabaikan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan perusahaan itu," kata Merah.
Merah memaparkan, Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2014 Pasal 13 disebutkan perpanjangan ekspor diberiÂkan apabila pembangunan Smelter mencapai 60 persen. Dan, kenyataannya progres pembangunan smelter FreeÂport baru 30 persen, tetapi ekspor tetap diberikan.
Selain itu, pada saat menjeÂlang berakhirnya izin ekspor yang ketiga, pemerintah meÂnyatakan tidak akan memÂberikan izin ekspor lagi bila Freeport tidak menyertakan dana jaminan. Tetapi, kemudian ternyata ketentuan itu bisa dinegoisasikan. ***
BERITA TERKAIT: