Wakil Ketua Komisi IV DPR Herman Khaeron melihat, naiknya harga cabe tidak semata-mata karena produksi dan pasokan berkurang. Harga cabe melonjak lebih disebabkan distribusi yang kurang baik. Untuk itu, Herman meminta pemerintah membuat distribusi yang oke.
"Untuk komoditas yang kesegarannya bertahan dalam waktu pendek seperti cabe, tomat, dan lain-lain, memang rentan terhadap fluktuasi harga. Makanya, sistem angkutnya harus dengan pesawat terbang,†ucap politisi Demokrat ini, Jumat (12/6).
Distribusi cabe dengan pewasat itu sebenarnya sudah dilakukan dari Minahasa, Sulawesi Utara ke Pulau Jawa. Cabe-cabe yang sudah dikemas dalam boks-boks besar dikirim dengan pesawat cargo melalui Bandara Internasional Sam Ratulangi, Manado.
Herman meminta cara distribusi serupa dilakukan daerah penghasil cabe lainnya. Dengan cara itu, pasokan cabe nasional tidak akan terganggu lagi. Harganya juga tidak gampang melambung, karena pasokan di pasar selalu tersedia.
"Distribusi sangat menentukan terhadap ketersediaan dan harga. Ke depan, harus direncanakan secara cermat dan terpadu antara kebutuhan kunsumsi, produksi, dan distribusi,†jelasnya.
Untuk produksi, kata Herman, sebenarnya sudah tidak ada masalah. Dia justru mengacungkan jempol untuk Kementerian Pertanian yang telah mampu meningkatkan produksi pangan nasional, termasuk cabe. Namun, banyaknya produksi itu tidak akan bisa menekan fluktuasi harga jika sektor distribusi tidak dibenahi.
"Jika tidak didukung oleh semua sektor, utamanya model distribusi yang tepat, fluktuasi akan selalu menjadi masalah di pasar. Bahkan, jika harga di pasar naik, belum tentu juga ditingkat petani naik,†jelasnya.
Herman pun mencoba mengingatkan pemerintah bahwa Indonesia adalah negara kepulauan alias archipelagic state. Kondisi itu membuat ongkos distribusi barang menjadi jauh lebih mahal dibandung negara daratan alias continental state. "Ongkos distribusi berpengaruh besar pada harga di pasar,†imbuhnya.
Dalam mensiasati mahalnya ongkos distribusi, Herman juga mendorong kemandirian lokal untuk beberapa komoditas yang rawan terhadap fluktuasi harga. Misalnya, saat ini ada program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), berupa berkebun di rumah untuk tanaman kebutuhan sehari-hari.
"Juga, program diversifikasi harus jalan, sehingga secara kultural kita mengembalikan ketahanan dan kemandirian pangan berdasarkan kemampuan produksi lokal,†tandasnya.
[sam]
BERITA TERKAIT: