Susi membeberkan kisah paÂhit selama dua dekade, asing dibolehkan berinvestasi di periÂkanan tangkap.
Dia menceritakan, pada era itu, pemerintah mengeluarkan izin kurang lebih 1.300 kapal asing untuk menangkap ikan di perairan Indonesia. Mereka antara lain dari China, Thailand, Taiwan, Jepang, dan lain-lain. Kapal itu ada yang masuk 100 persen investasi asing. Tetapi, ada juga yang join venture. Menurut Susi, pada pelaksanaannya operasi kapal asing itu merugikan negara.
"Mereka bawa kapal, melakuÂkan transhipment (transaksi-red) di tengah laut, kemudian mengangkut ikan ke negara masing-masing. Mereka ada yang bikin pabrik di sini, tapi abal-abal," kata Susi dalam keterangan tertulisnya, kemarin.
Kerugian semakin besar karena, banyak perizinan kapal diduplikasi. "Dari 1.300 izin, realitasnya ada lebih dari 10 ribu kapal menangkap ikan di perairan kita, bahkan banyak di antaranya nggak ada izinnya," papar Susi.
Dampak dari pencurian ikan tersebut, lanjut Susi, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNPB) sangat kecil, maksimal hanya Rp 300 miliar. Itu pun didapat dari kepatuhan kapal-kapal dalam negeri. Selain itu, sebanyak 115 pabrik pengolahan ikan di Tanah Air gulung tikar karena tidak mendapatkan pasokan bahan baku.
Dampak lainnya, rumah tangga nelayan berkurang 50 persen dari jumlah 1.6 juta menjadi tinggal 800 ribuan saja. Mereka yang bertahan pun hidup penuh kesulitan. Karena hasil tangkapan turun. Bila 15 tahun lalu, nelayan di Cirebon, bisa dapat udang ratusan ton per hari. Nelayan Cilacap 50 sampai 100 ton per hari. Kemudian, nelayan Pangandaran 10 sampai 50 ton per hari. Sekarang, pada dua tahun lalu, mereka bisa dapat 1 juta ton per hari saja sudah dianggap banyak.
Susi yakin kebijakannya melarang transhipment, moraÂtorium kapal asing, dan menindak tegas kapal pencuri ikan, merupakan keputusan yang tepat. Hal tersebut bisa dilihat antara lain dari pertumbuhan sumbangan sektor perikanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) 2015 yang naik dua kali lipat dari tahun sebeÂlumnya menjadi 8.96 persen. Nilai tukar nelayan naik menÂjadi 110 dari tahun sebelumnya hanya 102. Dan, harga ikan menyumbangkan deflasi 0.42 atas penurunan harga.
Meskipun berdampak positif, Susi mengungkapkan, banyak pihak yang terus berupaya kebiÂjakannya tersebut dianulir agar asing bisa bebas lagi menangÂkap ikan. Mereka antara lain oknum dari pengusaha, tokoh masyarakat, pejabat dan aparat yang menerima komisi pengaÂmanan dari kegiatan menangkap ikan secara ilegal.
Wacana membuka keran kapal asing bisa menangkap ikan lagi salah satunya dilontarkan Menko Maritim, Luhut Panjaitan. TuÂjuannya baik, untuk membantu pengembangan Natuna.
Wakil Sekjen Kesatuan NeÂlayan Tradisional Indonesia (KNTI) Niko Amrullah menÂdukung kebijakan Susi menuÂtup investasi penangkapan ikan kepada asing. "Dampaknya merugikan. Kami siap menduÂkung langkah bu Susi," kata Niko.
Dukungan terhadap Susi juga datang dari Senayan. Anggota DPR Komisi lV Firman SoeÂbagyo menilai, wacana memÂbuka kesempatan kepada asing menangkap ikan harus ditolak. Karena, selama ini kekayaan laut dikuasai asing, sementara nelayan lokal belum mendapatÂkan kesempatan. "Kami di DPR akan ada berada di barisan depan mendukung Bu Menteri Susi," tegas Firman.
Sementara itu, Kepala Badan Koordinator Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong mengatakan akan menuggu arahan dari Menko Luhut dan Presiden Jokowi. "Kami siap menerima arahan dari Pak Menko, Pak Presiden, dan Pak Wapres," kata lembong.
Dia menilai, sebaiknya inÂvestasi harus berimbang. KebiÂjakan membuka dan menutup tidak boleh sembarangan. Saat ini asing hanya boleh masuk ke sektor pengolahan ikan yang investasinya dibuka 100% oleh Pemerintah. Sementara di sekÂtor perikanan tangkap, asing sama sekali tidak boleh ambil bagian. ***
BERITA TERKAIT: