Wasekjen DPP Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Niko Amrullah meÂnyampaikan, asuransi nelayan yang digelontorkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebesar Rp 175 miliar harus tepat sasaran. Niko mengatakan, dugaan masih lemahnya soal data pemerinÂtah ini terbukti ketika terjadi perdebatan antara Menteri Susi dengan Wapres Jusuf Kalla mengenai produksi ikan pasca moratorium.
"Lebih lagi, soal impor ikan yang belum lama ini juga beÂrakar pada sengkarutnya data perikanan dan kelautan kita," ujarnya.
Menurut Niko, pemerintah harus gerak cepat dan akurat mendata calon penerima manfaat asuransi nelayan, agar program tersebut segera bisa dinikmati nelayan, khususnya yang terkena dampak cuaca ekstrim di tengah gejala La Nina.
Ketua DPW KNTI Jawa Timur Misbachul Munir menÂjelaskan, program asuransi neÂlayan belum tersosialisasikan di wilayah Jawa Timur seperti di Surabaya, Gresik, Banyuwangi, Pamekasan, Kepulauan Sumenep Madura dan sekitarnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Indra Jaya, Ketua DPW KNTI Kepulauan Riau (Kepri). "Kami nelayan di Kepri beÂlum tersosialisasikan program asuransi nelayan, apalagi penÂdataan," ujarnya.
Untuk melindungi para nelayan dari kecelakaan, baik saat menangkap ikan maupun tidak sedang menangkap ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membuat program Asuransi Nelayan denÂgan dana Rp 175 miliar sebagai wujud implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan Nelayan.
Lewat asuransi ini, nelayan yang mengalami kecelakaan kerÂja dan meninggal akan mendapat santunan Rp 200 juta. Nelayan yang cacat akibat kecelakaan kerja mendapat polis Rp 100 juta. Lalu ada bantuan biaya pengobatan hingga Rp 20 juta, untuk nelayan yang mengalami kecelakaan kerja.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan, asuransi nelayan akan bergulir pada awal Agustus 2016. Pihak KKP sudah menyepakati skema asuransi dengan perusahaan asuransi yang akan menjadi pelaksana.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menyampaiÂkan, asuransi nelayan untuk meÂlindungi nelayan dari kecelakaan akibat aktivitas penangkapan ikan, berupa uang pertanggungan untuk kematian senilai Rp 200 juta, cacat tetap Rp 100 juta, dan biaya pengobatan Rp 20 juta.
Selain itu, asuransi tersebut juga memberikan uang pertangÂgungan untuk kecelakaan selain akibat aktivitas penangkapan ikan, yaitu kematian senilai Rp 200 juta, cacat tetap Rp 100 juta, dan biaya pengobatan Rp 20 juta.
Namun, KKP tidak bersedia menyebut perusahaan asuransi yang akan menjadi pelaksana asuransi nelayan itu. "Nanti akan kami umumkan. Tapi skemanya sudah kami setujui," ujar Susi Pudjiastuti, di kantornya, Senin (1/8) lalu.
Yang jelas, terdapat tiga peÂrusahaan asuransi yang mengiÂkuti tender asuransi nelayan. Ketiganya terdiri dari perusaÂhaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) maupun swasta.
Sebelumnya, dua perusahaan asuransi pelat merah yaitu PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dan PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) (Persero) telah mengkonfirmasi bahwa mereka mengikuti tender asuransi nelayan. ***
BERITA TERKAIT: