Demikian desakan Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia DKI Jakarta Yan M Winatasasmita, Kamis (11/2).
Ia mengatakan, pemerintah telah menaikkan pungutan pengusahaan perikanan dan pungutan hasil perikanan melalui PP No 75 Tahun 2015 salah satunya adalah pungutan hasil perikanan (PHP) atas izin penangkapan ikan untuk kapal penangkapan ikan.
Secara terperinci, papar dia, pungutan itu diberlakukan untuk skala kecil dari 1,5 persen menjadi lima persen sehingga mengalami kenaikan sampai 333 persen. Skala menengah dari 2 persen menjadi 10 persen naiknya mencapai 800 persen, dan skala besar dari 2,5 persen menjadi 25 persen (naik 1.000 persen).
Menurut Yan, alasan pemerintah menaikkan pungutan karena hasil tangkapan ikan di laut Indonesia melimpah. Namun dengan diterapkannya kenaikkan pungutan dampaknya menyulitkan pengusaha pemilik kapal. Karena tidak bisa mengoperasionalkan kapalnya lagi, dan membuat nelayan menganggur.
"Ribuan kapal tidak melaut berdampak pada 2,5 juta elayan terancam menganggur," papar Yan.
Selain itu, Yan juga menyoroti masalah perizinan penangkapan ikan yang memakan wakru yang lama. Dalam pertemuannya dengan Presiden Jokowi dengan tokoh nelayan di Istana Presiden, menyatakan perizinan untuk penangkapan tidak harus lama karena menggunakan sistem komputeisasi kondisi.
Yan menjelaskan, pengurusan perizinan (SIUP, SIPI dan SIKPI) kapal perikanan di atas 30 GT diatur oleh Permen Kelautan dan Perikanan No PER 2026/MEN/2013 pengajuan perpanjangan prizinan dapat dilakukan 3 bulan sebelum masa berakhirnya perizinan. Tetapi, kenyataannya pengajuan permohonan perizinan kapal di atas 30 GT yang diajukan tiga bulan sebelum masa berlakunya berakhir, terbit 12 bulan dari bulan pengajuan dan yang berarti 10 bulan dari masa berlakunya sehingga efektifnya hanya dua bulan.
[wid]
BERITA TERKAIT: