Pengamat ekonomi politik Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng mengatakan hal tersebut menjadi satu dari 10 'prestasi' yang ditorehkan Presiden Joko Widodo pada akhir 2015. Sayangnya, prestasi yang dimaksud Salamuddin bukan hal yang positif, tetapi kebalikannya.
Dalam pesan yang dipancarluaskan pagi ini (Senin, 4/1), Salamuddin mengungkap 9 prestasi di bidang ekonomi lainnya yang 'berhasil' dicetak Presiden Jokowi. Yakni, nilai ekspor Oktober 2015 sebesar US$12,08 miliar, turun 4,00 persen jika dibanding ekspor September 2015 dan turun 20,98 persen dibanding ekspor Oktober 2014.
Kemudian, jumlah penduduk miskin pada Maret 2015 sebanyak 28,59 juta orang (11,22 persen), bertambah 0,86 juta orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada September 2014 yang sebesar 27,73 juta orang (10,96 persen). Sementara untuk ketimpangan pengeluaran penduduk yang diukur dengan Gini Rasio pada Maret 2015 tercatat sebesar 0,41 atau meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Dalam bulan Oktober, kata Salamuddin, rupiah terapresiasi 7,13 persen terhadap dolar Amerika, terapresiasi 5,19 persen terhadap dolar Australia, terapresiasi 7,72 persen terhadap yen Jepang dan terapresiasi 8,85 persen terhadap euro.
Adapun neraca perdagangan Indonesia pada November 2015 mencatat defisit sebesar 0,35 miliar dolar AS. Defisit neraca perdagangan Indonesia di November 2015 tersebut terutama didorong oleh penurunan neraca perdagangan nonmigas," katanya.
Angka pengangguran, menurut dia, meningkat menjadi 6,2 persen, dari 5,9 persen pada bulan Agustus 2014. Data ini berdasarkan hasil survey Bank dunia Dalam Laporan bank dunia yang bertitel reformasi di tengah ketidakpastian.
Prestasi lainnya, utang luar negeri pemerintah meningkat dari US$ 129,736 miliar pada 2014 menjadi US$ 134,207 miliar pada Desember 2015 atau meningkat US$ 4,471 miliar atau sekitar Rp 62,594 triliun. Peningkatan utang ini dilaporkan Bank Indonesia. Selanjutnya, surat utang negara bertambah sebesar Rp 167,745 triliun dari Oktober 2014-Oktober 2015. Posisi Surat Utang Negara Rp 1,275 trilun.
Kementerian Keuangan melaporkan posisi utang pemerintah baik dari dalam maupun dari luar negeri sampai dengan 31 Oktober 2015 senilai Rp. 3.021 triliun meningkat dari Rp 2.608 trilun. Pemerintah telah menambah utang senilai Rp. 412,52 triliun sepanjang tahun 2015.Terbesar tambahan dari penerbitan securitas yakni dari Rp. 1.931 triliun menjadi Rp. 2.291 trilun atau senilai Rp. 360,57 triliun.
Data Bank Dunia menyebutkan utang pemerintah berdenominasi valuta asing mengalami peningkatan sebesar 80 persen. Disebutkan tanggal 2 Desember, pemerintah telah menerima 510,4 triliun rupiah dari penerbitan sekuritas dan 3,89 miliar dolar AS (sekitar 53 triliun rupiah) dari pinjaman resmi luar negeri.
Sepanjang tahun 2015 hingga kwartal 3 Indonesia mengalami deficit transaksi berjalan senilai US$ -12,438 miliar. Deficit tersebut terutama bersumber dari deficit pendapatan primer yang mencapai US$ -21,316 miliar dikarenakan aliran keuntungan investasi asing yang besar dan cicilan utang serta bunga yang tinggi.
Cadangan devisa terus merosot karena digunakan untuk melakukan intervensi pasar dalam menjaga stabilitas Rupiah. Meskipu itu tidak tercapai cadangan devisa telah jauh berkurang.
"Dalam satu tahun terakhir cadangan devisa berkurang dari US$ 111,861 miliar, menjadi US$ 101,719 miliar, atau berkurang senilai US$ 10,142 atau sekitar Rp. 140 triliun," tukas Salamuddin.
[dem]
BERITA TERKAIT: