Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Berly Martawardaya, mengungkapkan, hasil studi lembaga internasional menyebut pemerintah Indonesia telah merugi Rp 200 triliun karena bencana asap.
"Rp 200 triliun itu belum bicara mengenai kesehatan dan korban jiwa. Kita berharap tahun 2016 jangan terulang lagi," ujar Berly dalam diskusi bertema "Menjaga Ingatan: Ekonomi dan Politik 2015" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/12).
Menyangkut beras, Berly menjelaskan bahwa hasil studi yang dilakukan Indef menyimpulkan kebijakan pemerintah salah dalam pengelolaan beras. Harga beras menjadi faktor utama meningkatnya angka kemiskinan
"Tahun ini jumlah kemiskinan naik jadi 852 ribu orang, sebagian besar karena beras. Hampir 30 persen dari pembelian masyarakat miskin. Kalau beras tidak tercapai, terlalu mahal, ya ini menambah orang miskin di Indonesia," jelasnya.
Ia menyindir cita-cita pemerintah menciptakan swasembada beras hanya dalam satu tahun adalah satu hal yang tidak mungkin terwujud. Hasil kebijakan mendorong swasembada beras belum terlihat dengan baik karena masih ada perbaikan-perbaikan irigasi, terlambatnya bibit dan distribusi dana.
"Jadi waktu satu tahun itu tidak cukup untuk kebijakan swasembada beras. Kita punya target, tapi kita juga harus punya tahapan. Jangan dipaksakan, yang rugi masyarakat juga," ujarnya.
Selanjutnya, Berly menjelaskan bahwa perlambatan ekonomi dikarenakan ketidaksinkronan di antara para menteri dalam menentukan kebijakan ekonomi.
"Para menteri harusnya membantu presiden, jangan membuat gaduh. Nah, ini yang harus dijaga agar tahun depan tidak terulang lagi," pinta Berly.
[ald]
BERITA TERKAIT: