"BUMN itu memegang hak monopoli alami. Dialah satu-satunya yang punya hak untuk itu. Yang tepat Pertagas," kata Direktur Eksekutif Indonesian Resourcess Studies (IRESS) yang juga pengamat industri pertambangan, Marwan Batubara di Jakarta, Jumat (30/10).
Menurut dia, jika pemerintah tetap ngotot memberikannya ke BUMN lain, maka saham BUMN tersebut harus dimiliki negara. Kalau ada saham asing di dalam BUMN tersebut maka harus membeli ulang (
buy back) saham yang telah dikuasai asing.
Buy back saham itu bukan hal yang mudah, karena pemerintah harus kembali mengeluarkan dana, dan itu sangat kecil kemungkinannya. Sehingga yang paling baik, hemat Marwan, adalah memberikannya ke Pertagas.
Alternatif lainnya, lanjut Marwan, menyinergikan BUMN di sektor minyak dan gas (migas) dalam satu
holding atau induk perusahaan. Untuk
holding sebaiknya Pertamina karena mempunyai pengalaman dalam mengelola sejumlah anak perusahaan.
"Pertamina itu menjadi
holding-nya. Di bawahnya ada Petamina Hulu Energi, ada Pertamina Refinery, ada yang misalnya mengurusi soal hilir, panas bumi. Lalu ada juga yang
ngurusi gas, di mana Pertagas dan PGN itu digabungkan dan harapannya juga sambil digabungkan itu di-
buy back sahamnya sebagaian besar," papar Marwan.
Kemudian, SKK Migas pun masuk ke
holding Pertamina dan tidak perlu harus membuat BUMN baru untuk menangani gas.
"Jangan bikin BUMN sendiri. Ini saya kira harus secara gamblang disampaikan ke pemerintah dan DPR. Saya meminta dijalankan, karena ini amanat konstitusi," tukasnya
.[wid]
BERITA TERKAIT: